Telah Terbit !

Yang sederhana, yang berserakan, yang tak diperhitungkan dan bertebaran di mana-mana, tetaplah harus dirayakan. Spesial SARBI edisi 8 di akhir tahun!

Segera Dapatkan !

Buku Puisi Karya KOMANG IRA PUSPITANINGSIH.

Toko Buku SARBI

Kumpulan buku bekas pilihan yang asik untuk dibaca dan dikoleksi dengan harga bersahabat.

Telah Terbit!

BULETIN TIKAR EDISI 02/2013 Diterbitkan oleh Komunitas Tikar Merah (KTM)

Dapatkan!

Buku Terbaru SARBIKITA Publishing Karya Heru Susanto

Blogroll

Sunday, July 29, 2012

TELAH DIBUKA UNTUK SARBI #7


Photobucket



REDAKSI MENERIMA tulisan, esai, kolom (perihal khusus yang berhubungan dengan tokoh, sastra, seni, atau budaya pada umumnya), cerita pendek, puisi, naskah drama, resensi, informasi kegiatan budaya. Untuk tulisan prosa maksimal 11.000 karakter tanpa spasi •

Redaksi juga menerima kontribusi karya rupa dengan berbagai medium, manual drawing, fotografi, digital art, painting dll. Kirimkan link portofolio atau contoh karya •

Semua permohonan menjadi kontributor edisi 7 dialamatkan ke sarbikita@gmail.com Sertakan biodata singkat dan alamat surat. Paling lambat Pertengahan September 2012

Redaksi belum dapat memberikan imbalan materi pada penulis maupun perupa yang telah berpartisipasi. Redaksi sebatas menyediakan ruang berkarya dan mendukung setiap individu yang ingin berkarya. Hak cipta karya ada pada masing-masing kontributor. Redaksi hanya meminta izin pemuatan karya pada Lembar SARBI atau media lain yang berhubungan dengan kegiatan forum SARBI •


Pemimpin Redaksi


Arfan Fathoni

Saturday, July 28, 2012

LEMBAR SARBI EDISI #6 JULI 2012

Photobucket


Photobucket


Lembar SARBI edisi 6 Terbit Juli 2012

KONTRIBUTOR

- Kulit Muka
Chantal Huang

- Penulis
1. Bhirau Wilaksono
2. Jacob Julian
3. Yuyutsu RD Sharma
4. Joni Agung
5. M. Faizi
6. Mahdi Idris
7. Lina Kelana
8. Halina Said

- Perupa
1. Carolina Rodriguez
2. Roby Dwi Antono
3. Jill Forshee
4. Prima R Bardin
5. SYGA
6. Debbie Garcia
7. Celso Bressan
8. Yusrizal

-Musik
Superboy

 
Lembar Sarbi edisi 6 terbit dalam versi flash player dapat diunduh gratis di link ini: http://www.mediafire.com/?ze70ty6idy64772

Versi pdf : http://www.mediafire.com/view/?68bixq3fraigrov

Versi cetak hitam putih dapat dipesan diredaksi dengan kirim inbok/email atau kontak sms di 08990389066

*Kritik, saran dan semua yang hendak dikirim perihal SARBI dapat dialamatkan ke sarbikita@gmail.com


TERIMA KASIH

Friday, July 13, 2012

Resensi Umar Fauzi Ballah, Kompas, 24 Juni 2012

Photobucket


Data Buku
Judul         : Belajar Bersepeda (kumpulan puisi)
Penulis       : Mardi Luhung
Tebal         : viii + 68 hlm
Penerbit     : buku bianglala, Gresik
ISBN         : 978-602-8671-74-3
Harga        : Rp 25.000,- (POD)

Ikhtiar Puisi dan Prosa Mardi Luhung
Oleh Umar Fauzi Ballah

Lima tahun belakangan ini, jika kita merunut proses kreatif Mardi Luhung  kita akan mendapatkan fakta: pertama, “keinsyafan” Mardi Luhung (ML) meninggalkan binalitas dalam diksi puisinya sebagaimana terangkum dalam Ciuman Bibirmu yang Kelabu (CByK) (2007) maupun yang lahir sebelumnya yang takterangkum dalam antologi tersebut.

Hal ini pernah dilontarkan ML sendiri. Dua tahun lalu, ketika ML menerbitkan Buwun dan keliling kota, salah satunya di Madura, dia mengungkapan bahwa dia malu ketika mengetahui bahwa CByK dibaca juga oleh siswa-siswanya. Barangkali itulah yang membuat puisi-puisi ML menjadi berbeda. Meskipun demikian, karakteristik pola ungkap dan penyusunan bahasa puisinya yang liar, imajinatif, dan berlompatan, tetap terasa.

Kedua, Mardi Luhung semakin menunjukkan kecemerlangan produktivitasnya. Selain puisi, sejak tahun 2009, cerpenya sering menghiasi media cetak bahkan menjadi salah satu cerpen terbaik pilihan Kompas 2010 dan 2011.

Ketiga, Buwun (2010) memperoleh anugerah buku puisi terbaik Katulistiwa Literary Award 2010. Itulah titik tolak kecemerlangan dan buah kerja kerasnya. Bahkan, setahun setelah buku itu terbit, Mardi Luhung menerbitkan kumpulan cerpen tunggal pertamanya Aku Jatuh Cinta Lagi pada Istriku (2011) dan yang paling baru adalah kumpulan puisi Belajar Bersepeda (Oktober 2011)

Puisi itu dibagi menjadi tujuh subjudul yang jika kita cermati setiap puisinya, masing-masing subjudul membentuk sebuah kesatuan tema dan bentuk. Alhasil, posisinya menjadi ambigu bagi kehadiran prosa dalam puisi. Dalam subjudul “Fantasi”, misalnya, semuanya berkisah tentang gajah. Pun begitu dalam subjudul “Bersepeda” yang ditutup dengan puisi berjudul ‘Seperti Adam yang Bersepeda’ bercerita tentang sepeda.

Membaca BB saya seperti sedang berhadapan dengan sebuah prosa Mardi Luhung, tetapi dalam bentuk yang unik. Untuk dikatakan prosa, apa yang disajikan di dalamnya penuh dengan lapis makna, sedangkan unsur tokoh dan alurnya remang-remang. Begitu juga, jika dikatakan sebagai puisi, saya berhadapan dengan cerita berangkai. BB menjadi sintesis pencapain Mardi Luhung ketika pada saat yang sama puisi dan prosanya semakin cemerlang.

Tidak mudah berhadapan dengan kumpulan puisi BB. Banyak kode subjetif penyair yang sulit dipahami pembaca. Ini lebih sulit ketimbang Buwun. Dan soal ini sudah menjadi salah satu karakter ML. misalnya, Mardi sering memakai majas antonomasia untuk menyebut tokoh yang hendak diwartakan dalam puisinya. Misalnya, si wanita yang telah menjadi taruhan di meja dadu, si cacing tanah, si babon, yang asing, si ganji, si cantik, si sunan, si jenggot lebat, dan sebagainya.

Diperlukan kekayaan literatur bagi pembaca untuk menembus kode-kode dalam puisinya tersebut. Atau paling tidak menganggapnya sebagai jumpalitan imajinasi Mardi yang liar yang cukup dibaca secara harfiah.

Religiositas dalam Intertekstual
Sebagaimana telah saya kemukakan di atas, ada variasi tema dan diksi yang dihadirkan dalam puisi-puisi Mardi Luhung pasca-CByK. Dalam Buwun maupun BB, binalitas, sarkasme, keseronokan, dan sebagainya tidak dihadirkan kembali. Beberapa puisinya bahkan mengusung religiositas.

Puisi-puisi ML, pun  dalam BB, tidak hanya mengalihkan realitas dunia, mitos, atau sosio-geografis, akan tetapi beberapa sumber penciptaan puisi ML sesungguhnya berasal dari teks yang ia alihkan dalam teks puisi. Karena itu, perlu pembacaan intertekstualitas guna memahami rimba pemaknaan puisinya.

Puisi ML yang berkecendrungan sulit dipahami itu membuat religiositas dalam puisinya pun sulit untuk diungkap. Yang terjadi adalah hal itu hanya dapat diraba-raba melalui kode yang secara harfiah tersurat dalam teks.

Simaklah puisi ‘Sinai’ yang dengan mudah dapat dipahami tentang Nabi Musa ketika mengalami pengalaman spiritual “bertemu” dengan Tuhan. Kau berkata api. Dan perkataanmu itu jadi api… Kau yang di gunung itu pun Cuma melambai. Tanganmu yang putih tampak berkilat. Dan dari kilat itu, aku mendengar: “Api dalam kitabku, bukan untuk dibaca.”

ML juga sering mengambil banyak khasanah hanya dalam satu puisi sehingga puisinya terlihat seperti sebuah mozaik. Puisi ‘Cacing Tanah’, misalnya, secara umum melukiskan tentang Syaikh Siti Jenar—lalu si cacing tanah yang lain, yang telah dimanusiakan lewat gelap malan itu pun segera membuka rahasia-kulit-coklatnya—dengan Sunan Kalijaga yang digambarkan sebagai—Kau menjaga tongatnya. Bersila di pinggir sungai. Namun, pada saat yang sama penyair menghadirkan sosok Drupadi melalui bait: Dan si wanita keramas dari darah si penjudi. Si wanita yang telah dijadikan taruhan di meja dadu.

Melalui puisi ‘Tali Kekang’, ML menggambarkan tentang nafsu: Berpergianlah sejauh mungkin. Tapi kembalilah sebelum tersesat. Pada bagian akhir puisi ini, ML mengalihan perumpamaan Imam Ghazali tentang nafsu yang laiknya kuda liar, nakal, dan binal. Karena itu, dikatakan ML: Yang jelas, ada seekor kuda dalam diri. Yang tali kekangnya perlu untuk diam-diam dipotong atau disambung.

Hal itu terjadi juga dalam puisi ‘Pesan’. ML pun berpesan: kita begitu tak leluasa menyebut si yang liyan dengan satu tarikan napas? Ternyata, Adik, jawabnya cuma satu: “Terlalu banyak ular merah. Yang merayap di batu merah. Pada magrib yang merah!” Yah, ML memodifikasi idiom dalam Islam. Bait terakhir itu tidak lain adalah perumpamaan yang pernah dilontarkan oleh nabi tentang orang riya (senang dipuji) itu seperti semut hitam yang merayap di atas batu hitam pada malam yang gelap gulita.

Lebih dari itu, semua yang ditampilkan dalam BB, baik kemasan maupun isi, dikerjakan dalam totalitas dan eksperimentasi. Misalnya adanya index di halaman terakhir buku tersebut. Selain itu, dalam subjudul “Bersepeda”, puisi ditampilkan dengan warna dasar kertas hitam. Puisinya pun cendrung lebih panjang dan ditulis dengan rata kanan kiri sehingga membentuk sebuah tipografi kotak yang rapi.

*) Umar Fauzi Ballah penyair dan esais kelahiran Sampang

PUISI DODY KRISTIANTO, JURNAL SAJAK NO 3

Photobucket

Photobucket


Penantian
sungguh Puan, lampau sudah ia tunggu kampung terjauh
kampung yang hanya tampakkan sepenggalan malam
dan kerumun lampu jejalan yang makin padam.

Melebihi sabar Puan, ia nantikan sepasang malaikat
mengganyang ia punya pandang, punya penantian

pada kekasih yang terus lenggang di kering dadanya
yang hibuk dirambani kerontang


Pulang
Lalu di mana tualang
akan berakhir tuan?

Di ranjang puan, di peraduan
ketika tubuh renta perlahan
dan sepasukan serupa kelam
pelan menikam, menghujam

Anda Pengunjung ke

SARBI

Tentang Kami

Sastra Alienasi Rumput Berbasis Independen (SARBI) adalah kelompok diskusi yang bergiat mendiskusikan perihal isu sastra, seni, dan kebudayaan terkini dengan mengambil sudut pandang alternatif. Selain itu, SARBI juga banyak menggali pemikiran tradisi negeri sendiri dan konsepsi mancanegara yang diharapkan dapat bersinergi sehingga menghasilkan pandangan kontemporer yang segar. Untuk membuktikan perihal tersebut, kami melahirkan lembar SARBI untuk ikut menghiasi keriuhan dunia sastra, seni, dan budaya serta berharap dapat menjadi oase untuk memenuhi dahaga kita •

Redaksi

Pemimpin Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Penata Artistik

Tinggalkan Pesan

Dokumen Post