Foto Copyright Meda Kawu
Puisi
Dan
tiba-tiba hari-hariku berubah menjadi puisi
Semilir
di pagi hari
Meriang
jika siang
Pecah,
serupa ombak-ombak pasang kalau malam
Tak Tahu Engkau di Mana
Tak
tahu engkau di mana
Tapi,
kulihat dirimu, di antara bayang pohon willow
Kudengar
suaramu, dalam riak Sungai Darrow
Dan
kucium dirimu, dalam angin yang berembus dari utara
Seperti
Seperti
puisi yang kautuliskan
Seperti
nyanyi yang kaulantunkan
Seperti
senyum yang kausunggingkan
Seperti
pandang yang kaukerlingkan
Seperti
cinta yang kauberikan
Aku
tak pernah, tak pernah merasa cukup
Rahasia
Kuberi
tahu satu rahasia padamu, Kawan
Buah
paling manis dari berani bermimpi
Adalah
kejadian-kejadian menakjubkan
Dalam
perjalanan menggapainya
Senyum
Siapa
yang menabur senyum
Dialah
yang akan menuai cinta
Laut
Horizon,
horizon setelah itu, tak ada hal lain
Horizon
di langit dan horizon sejauh
jangkau pandang
Muara
menyempit, delta mengerut
Hutan
lindap, daratan kelabu
Lalu
laut, laut seluas langit
Datar,
tetap, tak berhingga, biru mendebarkan
Lintang
Dengan
pisau lipat
Kuukir
pelan-pelan
Kalimat
yang dalam
Dari
perasaanku yang larat
Karena
hormatku yang sarat
Untuk
pesona persahabatan dan kecerdasan
Lintang,
Lintang, hatimu yang benderang
Qui
genus humanum ingenio superavit
Manusia
genius tiada tara
Ada
Tahukah
dirimu, Kawan?
Dalam
serpih-serpih cahaya
Dan
gerak-gerik halus benda-benda
Tersimpan
rahasia
Mengapa
kita ini ada
Peluk
Disebabkan
karena kau terlalu malu
Dengan
penuh gengsi kau berbalik,
dia pun berlalu
Rasakan
itu olehmu, sekarang baru kau tahu
Bahwa
semua keindahan di dunia ini
berkelabat dengan cepat
Dan
hukum-hukum Tuhan ditulis
sebelum telepon dibuat
Orang-orang
indah yang kautemukan di pasar,
stasiun, terminal, dan tikungan
Kekasih,
kemewahan mutiara raja brana,
kemilau galena dan intan berlian
Semuanya
akan meninggalkanmu
Kecuali
secangkir kopi
Dia
ada di situ, tetap di situ, hangat,
dan selalu dapat dipeluk
(dalam
Cinta di Dalam Gelas)
Tak Tergenggam
Cinta,
ditaburkan dari langit
Pria
dan wanita menengadahkan tangan
Berebut-rebut
menangkapnya
Banyak
yang mendapat seangkam
Banyak
yang mendapat segantang
Semakin
banyak
Semakin
tak tergenggam
(dalam
Cinta di Dalam Gelas)
Seribu Lima Ratus Perak
Kutengok
di televisi
Kebenaran
di Jakarta mahal sekali
Para
koruptor pintar sembunyi
Padahal
nyata-nyata, mereka telah mencuri
Kawan,
di kampung kami
Kebenaran
harganya hanya seribu lima ratus perak
Warnanya
hitam, tergenang di dalam gelas,
saban pagi
(dalam
Cinta di Dalam Gelas)
Bulan di Atas Kota Kecilku yang
Ditinggalkan Zaman
Orang-asing
Orang
asing
Seseorang
yang asing
Berdiri
di dalam cermin
Tak
kupercaya aku pada pandanganku
Begitu
banyak cinta telah mengambil dariku
Aku kesepian
Aku
kesepian di keramaian
Mengeluarkanmu
dari ingatan
Bak
menceraikan angin dari awan
Takut
Takut
Aku
sangat takut
Kehilangan
seseorang yang tak pernah kumiliki
Gila,
gila rasanya
Gila
karena cemburu buta
Yang
tersisa hanya kenangan
Saat
kau meninggalkanku sendirian
Di
bawah rembulan yang menyinari kota kecilku
yang ditinggalkan zaman
Sejauh
yang dapat kukenang
Cinta
tak pernah lagi datang
Bulan
di atas kota kecilku yang ditinggalkan zaman
Bulan
di atas kota kecilku yang ditinggalkan zaman
(dalam
Padang Bulan)
Saya
iseng-iseng berselancar di Google. Maka, saya ketikkan kata "puisi Andrea
Hirata" pada laman pencarian ini. Hemmm, tak tahunya, saya menemu beberapa
'puisi' Andrea Hirata. Tentunya, 'puisi-puisi' ini tidak terletak dalam satu
buku khusus. Nah, beberapa gubahan 'puisi' karya Andrea Hirata terdapat dalam
novel Maryamah Karpov dan dwilogi novel Cinta di dalam Gelas - Padang Bulan.
Redaktur SARBI: Dody Kristianto
0 comments:
Post a Comment