Telah Terbit !

Yang sederhana, yang berserakan, yang tak diperhitungkan dan bertebaran di mana-mana, tetaplah harus dirayakan. Spesial SARBI edisi 8 di akhir tahun!

Segera Dapatkan !

Buku Puisi Karya KOMANG IRA PUSPITANINGSIH.

Toko Buku SARBI

Kumpulan buku bekas pilihan yang asik untuk dibaca dan dikoleksi dengan harga bersahabat.

Telah Terbit!

BULETIN TIKAR EDISI 02/2013 Diterbitkan oleh Komunitas Tikar Merah (KTM)

Dapatkan!

Buku Terbaru SARBIKITA Publishing Karya Heru Susanto

Blogroll

Tuesday, August 26, 2014

Fiksi dan Sejarah Setengah Hati

 photo IMG_0176copy_zps7d3bdf2f.jpg

Oleh Umar Fauzi Ballah

Judul Buku     : Rantau 1 Muara
Pengarang      : A Fuadi
Penerbit         : Gramedia Pustaka Utama
Tebal              : xii + 407 hlm.
Cetakan          : pertama, Mei 2013
ISBN                : 978-979-22-9473-6
Harga              : Rp75.000,00



            Demi sebuah hasil yang mengesankan untuk sebuah majalah terkemuka di Indonesia, seorang wartawan bernama Alif harus “mewawancari” pocong guna laporan investigasinya berkaitan dengan peristiwa awal Reformasi yang bergulir di Indonesia. Inilah era baru bagi Indonesia juga bagi kehidupan Alif.
            Bagi penggemar A Fuadi, mungkin sudah tidak asing dengan tokoh Alif dan mungkin sudah menerka-nerka bagaimana kisah pamungkas novel ketiga trilogi Negeri 5 Menara, bertajuk Rantau 1 Muara ini. Sebagai salah satu genre novel motivation-autobiography, tidak sulit untuk menebak aura novel ini sebagaimana novel-novel serupa yang mulai menjamur awal 2000-an di Indonesia: tokoh adalah seorang hero, melewati rintangan bahkan pada saat-saat terakhir, dan segala macam tindak-tanduk positif lainnya. Novel jenis ini seolah menjadi antitesis dari novel “serius” yang mengernyitkan dahi. Tentu saja, saya tidak bermaksud menyempitkan pemahaman. Dugaan itu masih perlu ditelaah lebih lanjut.
            Karena aura novel seperti ini sudah bisa ditebak, kiranya yang perlu diperhatikan dalam novel ini adalah bagaimana pengarang menyajikan kerangka latar. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah bahwa novel ini meninggalkan “jejak-jejak” tekstual yang begitu akrab dengan sejarah Indonesia.
            Dalam Rantau 1 Muara, pengarang mengutip beberapa latar, seperti sejarah Indonesia masa Reformasi, sebuah kisah pada peristiwa 11/9 di Amerika Serikat, dan persoalan yang masih mengambang, G30S/1965. Novel ini pun tidak bermaksud menjadikan bagian itu sebagai pusat cerita. Namun, paling tidak sang pengarang telah meramu novel “pop” ini dengan usahanya membuka ingatan kita tentang apa yang terjadi di Indonesia pada rentang 1998—1999, apalagi salah satu segmen pembaca novel ini rata-rata adalah remaja.
            Setelah lulus Jurusan Hubungan Internasional Unpad, Alif yang sejak kecil sudah terbiasa menulis, akhirnya bekerja sebagai wartawan di sebuah majalah paling top yang ada di Indonesia, Derap. Majalah yang oleh Alif dikatakan didirikan oleh seorang jebolan sekolah teknik, menjadi penyair, dan wartawan yang amat disegani, Sang Aji atau SA (hlm. 51).
            Sejak semula, Fuadi menyebut beberapa nama atau tempat faktual dalam novelnya dengan metafora yang malu-malu kucing, seperti Pondok Pesantren Modern Gontor sebagai Pondok Madani. Dalam Rantau 1 Muara, lebih banyak hal yang “dibenturkan.” Alif bekerja di majalah Derap yang secara tersirat tidak lain adalah majalah Tempo. Dia menulis Sang Aji yang taklain adalah Goenawan Mohamad. Namun, di sisi lain, dia menulis fakta sejarah sebagaimana adanya, seperti tumbangnya Orde Baru.
            Yang cukup menarik disimak dalam novel ini adalah bagaimana pengarang dengan gamblang “membuka” dapur kerja jurnalisme yang dalam hal ini adalah majalah Derap dengan cukup detail. Akhirnya, pembaca pun dibawa pada fantasi dapur jurnalisme majalah Tempo. Bisa dikatakan lebih dari separuh kisah dalam novel ini adalah kerja seorang jurnalis. Barangkali, novel ini akan asyik dibaca oleh junior jurnalis atau mereka yang hendak menjadi jurnalis. Setidaknya, Alif adalah sosok yang diciptakan sebagai motivator kerja jurnalistik.
            Alif adalah lelaki yang beruntung bisa bekerja di majalah Derap. Majalah yang dihuni oleh dua orang hebat yang disebut duo dinamic, Sang Aji dan Malaka.  Sang Aji adalah pimred yang bekerja secara profesional dan jujur sebagaimana sambutannya ketika menerima rekan wartawan baru, “Kita bukan majalah dengan jurnalisme kebanyakan. Karena kita fokus kepada seni menyampaikan yang sebenarnya. Tugas kita melacak, mencatat, dan menyebarluaskan informasi kepada masyarakat, selanjutnya aparat hukumlah yang kita harapkan bergerak…” (hlm. 53). Lain Aji, lain pula dengan Malaka. Malaka memiliki prinsip “sersan” dalam proses bekerja, yakni “serius, tapi santai.” Karena itu, dia dikenal paling nyantai, bahkan memakai sarung di kantor dan membawa gitar.
           
            Sambil menikmati kerja sebagai jurnalistik, Alif masih memendam keinginan terbesarnya melanjutkan studi ke Amerika. Ini adalah lakon kedua yang melekat dalam diri Alif selain jurnalisme. Cerita pun seperti bisa ditebak, berkat mantra man jadda wajaddah, Alif menjelma hero yang mampu lolos kuliah di Amerika. Bukan hanya ketekunan yang hendak diamanatkan dalam novel ini dalam rangka thalabulilmi, tetapi juga kesabaran Alif bisa meluluhkan hati perempuan pujaannya dan calon mertuanya.
            Cerita berikutnya berlanjut pada kisah melankolis Alif dan istrinya di Amerika sebagai pengantin baru dan masyarakat baru di sana. Lagi-lagi, Alif bersinggungan dengan jurnalistik. Di sana dia menjadi kontributor untuk Derap. Alif pernah diminta Sang Aji untuk menelusuri peran Amerika pada peristiwa 1965. Selain itu, tentu saja adalah peristiwa 9/11 WTC di mana Alif dan Dinara, istrinya, masih tinggal di Amerika.
            Tiga latar sejarah yang membingkai alur novel ini memang bukanlah unsur utama yang hendak disampaikan pengarang. Ini adalah motivation fiction. Karena itu, cerita berjalan menurut logika superhero.
            Pada akhirnya, novel ini ditulis bukan dalam angel Sejarah (dengan S besar) pun untuk menjadi sumber sejarah, semisal karya Pramoedya Ananta Toer yang namanya turut disebut dalam novel ini (hlm. 157). Ini adalah novel dengan angel membangun andrenalin positif bagi mereka yang hendak mewujudkan mimpinya. Kenangan pribadi yang diciptakan untuk berbagi.

*) Umar Fauzi Ballah pengajar di Ganesha Operation Sumenep dan pengelola buletin SARBI. Twitter @uf_ballah.

Anda Pengunjung ke

SARBI

Tentang Kami

Sastra Alienasi Rumput Berbasis Independen (SARBI) adalah kelompok diskusi yang bergiat mendiskusikan perihal isu sastra, seni, dan kebudayaan terkini dengan mengambil sudut pandang alternatif. Selain itu, SARBI juga banyak menggali pemikiran tradisi negeri sendiri dan konsepsi mancanegara yang diharapkan dapat bersinergi sehingga menghasilkan pandangan kontemporer yang segar. Untuk membuktikan perihal tersebut, kami melahirkan lembar SARBI untuk ikut menghiasi keriuhan dunia sastra, seni, dan budaya serta berharap dapat menjadi oase untuk memenuhi dahaga kita •

Redaksi

Pemimpin Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Penata Artistik

Tinggalkan Pesan

Dokumen Post