Telah Terbit !

Yang sederhana, yang berserakan, yang tak diperhitungkan dan bertebaran di mana-mana, tetaplah harus dirayakan. Spesial SARBI edisi 8 di akhir tahun!

Segera Dapatkan !

Buku Puisi Karya KOMANG IRA PUSPITANINGSIH.

Toko Buku SARBI

Kumpulan buku bekas pilihan yang asik untuk dibaca dan dikoleksi dengan harga bersahabat.

Telah Terbit!

BULETIN TIKAR EDISI 02/2013 Diterbitkan oleh Komunitas Tikar Merah (KTM)

Dapatkan!

Buku Terbaru SARBIKITA Publishing Karya Heru Susanto

Blogroll

Monday, October 28, 2013

Syair Pemanggul Mayat Raih Penghargaan Balai Bahasa Jatim

Buku puisi Indra Tjahyadi yang berjudul Syair Pemanggul Mayat meraih penghargaan dari Balai Bahasa Jawa Timur sebagai kategori karya terbaik tahun 2013. Selain Syair Pemanggul Mayat, dewan juri yang terdiri dari Dr. IB Putera Manuaba, M Shoim Anwar, dan Widodo Basuki juga menetapkan Suparto Broto dan mendiang Suripan Sadi Hutomo sebagai penerima penghargaan sastrawan berdedikasi dan sastrawan anumerta. Sementara, penghargaan komunitas terbaik diberikan pada laboratorium Sastra LA Rose Lamongan. Masing-masing pemenang berhak atas hadiah uang tunai sebesar Rp10 juta.
Di samping pemberian penghargaan, Balai Bahasa Jawa Timur juga menggelar bedah empat majalah berbahasa daerah yakni Jokotole (bahasa Madura), Lontar using (bahasa Using), Titis Basa (bahasa Jawa), serta Ajisaka (beraksara Jawa). Diskusi yang menghadirkan narasumber Prof. Dr. Setya Yuwana Sudikan, MA dan sastrawan Jawa, JFX Hoery ini berlangsung dengan hangat. Setya Yuwana memberi masukan mengenai orientasi penerbitan keempat majalah ini. Selanjutnya, Yuwana pun menyarankan bahwa keempat majalah terbitan Balai Bahasa Jatim ini agar lebih menyasar siswa sekolah (SMP dan SMA).
Tak kalah kritis dengan Yuwana, JFX Hoery pun menyampaikan beberapa masukan perihal penyuntingan pada majalah Titis Basa. Bahkan, Hoery memaparkan secara rinci beberapa kesalahan penulisan dalam majalah Titis Basa yang masih belum menggunakan kaidah penulisan bahasa Jawa secara benar.
Acara penghargaan sastra 2013 dan bedah majalah berbahasa daerah pada hari Senin, 28 Oktober ini merupakan puncak rangkaian acara Gebyar 28 yang diadakan oleh Balai Bahasa Jawa Timur. Acara tahunan ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda. (dk)          

Tuesday, October 8, 2013

Monolog Kasir Kita (2)

 photo ArtistPawelAlthamerborn1967TitleSelf-PortraitasaBusinessmanAutoportretjakoBiznesmenDate2002withadditions2004MediumJackettrou_zpse798fbf5.jpg

Karya Pawel Althamer(Lahir1967) Berjudul: Title Self-Portrait as a Businessman Autoportret jako Biznesmen Tahun 2002, with additions 2004 Medium:  Jacket, trousers, dress shirt, silk tie, shoes, socks, und. Koleksi Tate

Karya Arifin C Noer

naskah ini merupakan kelanjutan dari naskah monolog Kasir Kita karya almarhum Arifin C Noer. naskah ini sengaja ditampilkan karena memang sering digunakan sebagai naskah wajib pada perlombaan monolog tingkat SMA maupun tingkat perguruan tinggi.

Pasti isteri saya
Menarik napas panjang

Saya telah mencium bau bedaknya. Demikian wanginya sehingga saya yakin kulitnya yang menyebabkan bedak itu wangi. Oh, apa yang sebaiknya saya katakan?

Tidak! Saya harus tahu harga diri. Kalau dia ku maafkan niscaya akan semakin kurang ajar. Saudara tahu? Mengapa semua ini bisa terjadi? Oh, kecantikan itu! Ah! Bangsat! Selama ini saya diusiknya dengan perasaan-perasaan yang gila. Bangsat!

Saudara tahu? Dia telah berhubungan lagi dengan pacarnya ketika di SMA! Ya, memang saya tidak tahu benar, betul tidaknya prasangka itu. Tapi cobalah bayangkan betapa besar perasaan saya. Suatu hari secara kebetulan saya pulang dari kantor lebih cepat dari biasanya dan apa yang saya dapati? Laki-laki itu ada di sini dan sedang tertawa-tawa. Dengar! Tertawa-tawa. Ya, Tuhan. Cemburuku mulai menyerang lagi. Perasaan cemburu yang luar biasa.

Telepon berdering lagi.

Pasti dia.
Mengangkat gagang telepon.


Misbach Jazuli di sini, hallo?

Segera menjauhkan pesawat telepon dari telinganya.

Inilah ular yang menggoda Adam dahulu. Perempuan itu menelepon dalam keadaan aku begini. Jahanam! (kasar) Ya, saya Jazuli, ada apa? Nanti dulu. Jangan dulu kau memakai kata-kata cinta yang membuat kaki gemetar itu! Dengar dulu! Apa perempuan biadap! Kau telah menghancurkan kejujuranku! Dengarkan! Kau telah menghancurkan kejujuranku! Dengarkan! Kau telah menyebabkan semuanya semakin berantakan dan membuat aku gelisah dan takut seperti buronan!

Meletakkan pesawat dengan marah.

Betapa saya marah. Sesudah beberapa puluh juta uang kantor saya pakai berpoya-poya, apakah ia mengharap saya mengangkat lemari besi itu ke rumahnya. Gila!
Ya, saudara. Saya telah berhubungan dengan seorang perempuan, beberapa hari setelah saya bertengkar di pengadilan agama itu. Saya tertipu. Uang saya ludes, uang kantor ludes. Tapi saya masih bisa bersyukur sebab lumpur itu baru mengenai betis saya. Setengah bulan yang lalu saya terjaga dari mimpi edan itu. Betapa saya terkejut, waktu menghitung beberapa juta uang kantor katut. Dan sejak itulah saya ingat isteri saya. Dan saya mendengar tangis anak-anak saya. Tambahan lagi isteri saya selalu menelepon sejak seminggu belakangan ini.
Tuhanku! Bulan ini bulan Desember, beberapa hari lagi kantor saya mengadakan stock opname. Inilah penderitaan itu.

Memandang potret di atas rak buku.

Sejak seminggu yang lalu saya pegang lagi potret itu. Tuhan, apakah saya mesti menjadi penyair untuk mengutarakan sengsara badan dan sengsara jiwa ini?

Apabila anak-anak telah tidur semua, dia duduk di sini di samping saya. Dia membuka-buka majalah dan saya membaca surat kabar. Pabila suatu saat mata kami bertemu maka kami pun sama-sama tersenyum. Lalu saya berkata lembut : “Manis, kau belum mengantuk?” Wajahnya yang mentakjubkan itu menggeleng-geleng indah dan manis sekali. Dia berkata, juga dengan lembut : “Aku hanya menunggu kau, mas” Saya tersenyum dan saya berkata lagi : “Aku hanya membaca koran, manis” Dan lalu ia berkata : “ Aku akan menunggui kau membaca koran, mas” Kemudian kami pun sama-sama tersenyum bagai merpati jantan dan betina.

Kubelai rambutnya yang halus mulus itu. Duuh wanginya. Nyamannya. Lautan minyak wangi yang memingsankan dan membius sukma. Apabila dia berkata seraya menengadah “Mas”. Maka segera kupadamkan lampu di sini dan lewat jendela kaca kami menyaksikan pekarangan dengan bunga-bunga yang kabur, dan langit biru bening dimana purnama yang kuning telor ayam itu merangkak-rangkak dari ranting keranting.

Tiba-tiba ganti nada.

Hah, saya baru saja telah menjadi penyair cengeng untuk mengenang semua itu. Tidak-tidak! Laki-laku itu ............, sebentar. Saya belum menelepon ke kantor bukan ? Sebentar.

Diangkatnya pesawat telepon itu ! memutar nomornya.

Hallo, minta 1237 utara. Hallo ! ....... Saudara Anief ... ? Kebetulan .... Ya, ya, mungkin pula influenza. (batuk-batuk-dan menyedot hidungnya) Yang pasti batuk dan pilek. Saudara....ya?....Ya, ya saudara Anief, saya akan merasa senang sekali kalau saudara sudi memintakan pamit saya kepada pak Sukandar....Terima kasih...Ya? Apa? Saudara bertemu dengan isteri saya disebuah restoran?
Nada suaranya naik.

Apa? Dengan laki-laki? (menahan amarahnya) Tentu saja saya tidak boleh marah, saudara. Dia bukan istri saya. Ya, ya...Hallo! Ya, jangan lupa pesan saya pada pak Sukandar.
batuk dan menyedot hidungnya lagi

Saya sakit. Ya, pilek. Terima kasih.

Meletakan pesawat telepon.

Seharusnya saya tak boleh marah. Bukankah dia bukan isteri saya lagi? Ah, persetan : pokoknya saya marah! Persetan : cemburuan kumat lagi? Ah, persetan! Saudara bisa mengira apa yang terdapat dalam hati saya. Saudara tahu apa yang ingin saya katakan pada saudara? Saya hanya butuh satu barang, saudara. Ya, benar-benar saya butuh pistol, saudara. Pistol. Saya akan bunuh mereka sekaligus. Kepala mereka cukup besar untuk menjaga agar peluru saya tidak meleset dari pelipisnya.

Nafasnya sudah kacau.

Kalau mayat-mayat itu sudah tergeletak di lantai, apakah saudara pikir saya akan membidikkan pistol itu ke kening saya? Oh, tidak! Dunia dan hidup tidak selebar daun kelor, saudara! Sebagai orang yang jujur dan jangan lupa saya adalah seorang ksatria dan sportif, maka tentu saja secara jantan saya akan menghadap dan menyerahkan diri pada pos polisi yang terdekat dan berkata dengan bangga dan herooik : “Pak saya telah menembak Pronocitra dan Roro Mendut.”

Tentu polisi itu akan tersenyum. Dan kagum campur haru. Dan bukan tidak mungkin ia akan memberi saya segelas teh. Dan baru setelah itu membawa saya ke dalam sebuah sel yang pengap.

Hari selanjutnya saya akan diperiksa. Ya, diperiksa. Lalu diadili. Ya, diadili. Saudara tahu apa yang hendak saya katakan pada hakim? Kepada hakim, kepada jaksa, kepada panitera dan kepada seluruh hadirin akan saya katakan bahwa mereka pengganggu masyarakat maka sudah sepatutnya dikirim ke neraka jahanam. Bukankah bumi ini bumi Indonesia yang ketentramannya harus dijaga oleh setiap warganya?

Saudara pasti tahu seperti saya pun tahu hakim yang botak itu akan berkata seraya menjatuhkan palunya : “Seumur hidup di Nusa Kambangan!”
Pikir saudara saya akan pingsan mendengar vonis semacam itu? Ooo, tidak saudara. Saya akan tetap percaya pada Tuhan. Tuhan lebih tahu daripada Hakim yang botak dan berkaca mata itu.

Lagi pula saya sudah siap untuk dibawa ke Nusa Kambangan. Di pulau itu saya hanya akan membutuhkan beberapa rim kertas dan pulpen. Ya, saudara. Saya akan menjadi pengarang. Saya akan menulis riwayat hidup saya dan proses pembunuhan itu yang sebenarnya, sehingga dunia akan sama membacanya. Saya yakin dunia akan mengerti letak soal yang sejati. Dunia akan menangis. Perempuan-perempuan akan meratap.

Dan seluruh warga bumi ini akan berkabung sebab telah berbuat salah menghukum seseorang yang tak bersalah. Juga saya yakin hakim itu akan mengelus-elus botaknya dan akan mengucurkan air matanya sebab menyesal dan niscaya dia akan membuang palunya ke luar. Itulah rancangan saya.

Saya sudah berketetapan hati. Saya sudah siap betul-betul sekarang. Siap dan nekad. Ooo, nanti dulu. Saya ingat sekarang. Saya belum punya pistol. Dimana saya bisa mendapatkannya? Inilah perasaan seorang pembunuh. Dendam dendam yang cukup padat seperti padatnya kertas petasan. Dahsyat letusannya. Saya ingat Sherlocks Holmes sekarang. Agatha Christi, Edgar Allan Poe. Sekarang saya insaf. Siapapun tidak boleh mencibirkan segenap pembunuh. Sebab saya kini percaya ada berbagai pembunuh di atas dunia ini. Dan yang ada di hadapan saudara, ini bukan pembunuh sembarang pembunuh. Jenis pembunuh ini adalah jenis pembunuh asmara.

Nah, saya telah mendapatkan judul karangan itu.
“Pembunuh Asmara” Lihatlah dunia telah berubah hanya dalam tempo beberapa anggukan kepala. Persetan! Dimana pistol itu dapat saya beli? Apakah saya harus terbang dulu ke Amerika, ke Dallas? Tentu saja tidak mungkin. Sebab itu berarti memberikan mereka waktu untuk melarikan diri sebelum kubekuk lehernya.

Oh, betapa marah saya. Darah seperti akan meledakan kepala saya. Betapa! Sampai-sampai saya ingin menyobek dada ini. Oh,...saya sekarang merasa bersahabat dengan Othello. Saudara tentu kenal dia, bukan? Dia adalah tokoh pencemburu dalam sebuah drama Shakespeare yang terkenal.
Othello. Dia bangsa Moor sedang saya bangsa Indonesia, namun sengsara dan senasib akibat kejahilan cantiknya anak cucu Hawa.
Telepon berdering! Seperti seekor harimau ia!
Itu dia.
Mengangkat pesawat telepon dengan kasar.

Hallo!!! Ya, disini Jazuli !! Kasir !! Ada apa?
Tiba-tiba berubah.
Oh,...maaf pak. Pak Sukandar, kepala saya. Maaf, pak. Saya kira isteri saya. Saya baru saja marah-marah...Ya, ya memang saya...Ya, ya.

Tertawa.

Ya, pak...
Batuk-batuk. Menyedot hidungnya.
Influenza... Ya, mudah-mudahan..Ya, pak....Ya.
Saudara, dengarlah. Dia mengharap saya besok masuk kantor untuk pemberesan keuangan....Ya?..Insya Allah, pak..Ada pegawai baru?..Siapa, pak? Istri saya, pak?

Tertawa.
Ya, pak...

Batuk-batuk dan menyedot hidungnya.

Ya, pak. Terima kasih. Terima kasih, pak. Besok.
Meletakan pesawat telepon.

bersambung....


_____________________

Redaktur SARBI: Dody Kristianto

AKA, SAS, dan Musik “Bawah Tanah”

 photo hozabumscopy_zps1fce8cf9.jpg

Oleh Riza Sihbudi*

Pada tahun 1970-an di majalah Aktuil-majalah terbitan Bandung yang menjadi bacaan wajib para penggila musik-pernah ada polemik panjang lebar tentang grup asal Surabaya, AKA. Grup yang merupakan singkatan dari Apotik Kaliasin ini beranggotakan Ucok Harahap (vokal/kibor), Arthur Kaunang (bas/vokal), Sonata Tanjung (gitar/biola/vokal), dan Syeh Abidin (drum/vokal).
Polemik itu berkisar pada soal layak-tidaknya AKA mengklaim dirinya sebagai pengusung aliran underground (bawah tanah). Istilah bawah tanah waktu itu merujuk pada jenis musik ingar-bingar (heavy metal) yang dibarengi dengan berbagai atribut nonmusikal, seperti rambut gondrong, pakaian awut-awutan, serta atraksi panggung yang teatrikal dan sensasional.
AKA waktu itu gemar membawakan lagu-lagu keras milik Grand Funk Railroad, Led Zeppelin, Deep Purple, Black Sabbath, hingga James Brown. Lagu James Brown, Sex Machine, adalah salah satu lagu kegemaran Ucok. AKA gemar menampilkan aksi-aksi Ucok yang sensasional seperti Alice Cooper, band Amerika Serikat yang sangat dikenal dengan atraksi teatrikalnya, misalnya masuk ke peti mati atau diikat di tiang gantungan.
Di sisi lain, bagi para pengkritiknya, AKA dianggap kurang layak disebut sebagai penganut musik bawah tanah. AKA mengeluarkan album pertama mereka, Do What You Like (1970), yang berisi tiga lagu bernuansa rock keras berbahasa Inggris (Do What You Like, I’ve Gotta Work It Out, dan Glennmore) dan juga lagu-lagu pop Indonesia seperti Akhir Kisah Sedih dan Di Akhir Bulan Lima yang liriknya sangat bertolak belakang dengan semangat musik bawah tanah.
Oleh karena itu, AKA dianggap lebih tepat disebut sebagai penganut "ngandergron". Betapapun, kata para pengkritiknya, aliran bawah tanah juga mensyaratkan karya-karya dengan lirik yang kuat dan tidak asal-asalan.
NAMUN, terlepas dari kontroversi antara underground atau "ngandergron", yang jelas kehadiran AKA di panggung musik rock domestik era 1970-an tak bisa dipandang remeh. Bahkan, AKA yang dibentuk di Surabaya, 23 Mei 1967, bisa dianggap sebagai "pelopor" rock di Tanah Air.
Popularitas mereka waktu itu hanya bisa dikalahkan oleh grup-grup legendaris seperti Koes Plus atau Panbers. Para penonton selalu berjubel di setiap pementasan AKA. Artis film Roy Marten dan Hendra Cipta konon pernah mengaku harus menjual celana jins hanya karena ingin menyaksikan pentas AKA. Seorang anak di pelosok desa di Bali sejak kecil dipanggil dengan "Ucok" hanya lantaran ia berambut kribo. Itulah kira-kira gambaran betapa sekitar tahun 1970-an Ucok bersama AKA benar-benar menyihir masyarakat.
Demam musik rock seperti seiring dengan gaya rambut kribo. Orang tak malu lagi disebut kepalanya seperti "sarang burung", seperti ditulis Putu Fajar Arcana dalam artikel Ucok AKA Memang Pernah Gila di harian ini edisi 28 Oktober 2001.
Antara tahun 1969-1971, AKA sempat bermain beberapa kali di West Point Garden, Singapura. Ucok mengakui AKA terang-terangan berkiblat kepada grup-grup dunia seperti Beatles, Led Zeppelin, Deep Purple, Black Sabbath, Grand Funk, dan Bee Gees.
Maka, dalam setiap albumnya, AKA selalu menyelipkan lagu-lagu pop manis selain rock yang garang. Setelah Do What You Like, album-album AKA berikutnya adalah Reflections (1971), Crazy Joe (1972), Sky Rider (1973), Cruel Side Of Suez War (1974), Mr. Bulldog (1975), Pucuk Kumati (1977), serta empat album di tahun 1979 (AKA In Rock, The Best Of AKA, AKA 20 Golden Hits, dan Puber Kedua).
AKA juga pernah membuat album pop Melayu dan pop kasidah. "Waktu itu kami kebanjiran pesanan," ucap Ucok. "Tetapi, lagu dalam album pertama kami menduduki anak tangga pertama lagu-lagu Barat di radio Australia. Saya ingat waktu itu Ebet Kadarusman masih menjadi penyiar di Radio," kata Ucok, seperti ditulis di Kompas edisi 28 Oktober itu.
Pada setiap akhir pentas, AKA selalu menggelar atraksi teatrikal di panggung. Itulah salah satu ciri khas AKA. Itu mungkin yang menyebabkan banyak orang mengaitkan Ucok dengan ilmu magis. "Saya memang gila waktu itu. Banyak yang bilang saya punya magic. Tak ada apa-apa, itu hanya atraksi di panggung saja," kata Ucok, yang bernama lengkap Andalas Datuk Oloan Harahap dan sejak kecil belajar piano klasik dari seorang guru Belanda.
Dalam salah satu pentas AKA di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) tahun 1972, Ucok, seperti biasanya, dirajam oleh para algojo dan kemudian dimasukkan ke dalam sebuah peti mati yang lalu dipaku. "Saat saya mau masuk peti, tiba-tiba di dalam peti seperti sudah ada orang lain. Saya masuk juga. Tubuh perempuan itu dingin sekali. Saya tendang-tendang tutup peti sampai pecah," tutur Ucok.
Ketika berhasil keluar, Ucok berlari karena dikejar "perempuan" tadi. Ia berlari tanpa takut ke atas genteng. Atraksi itu membuat penonton histeris. Bahkan, ketika Ucok jatuh setelah tersetrum listrik, para penonton masih histeris.
PADA tahun 1976, lantaran Ucok mulai banyak terlibat proyek di luar AKA (di antaranya membentuk Duo Kribo bersama Ahmad Albar), ketiga personel AKA lainnya sepakat memproklamirkan berdirinya trio SAS yang merupakan singkatan dari ketiga personelnya. Di grup barunya ini, Arthur juga memainkan kibor dan gitar akustik, selain tetap jadi pembetot bas dan vokalis.
Oleh salah seorang penulis musik luar negeri, SAS pernah mendapat julukan sebagai number one rock group in Indonesia. Berbeda dengan AKA, SAS lebih banyak berkiblat pada jenis musik rock progresif ala ELP (Emerson, Lake & Palmer) dan Rush, trio rock asal Kanada.
Pengaruh band-band rock Inggris, khususnya Led Zeppelin dan Deep Purple, masih cukup kuat. Perbedaan lainnya, SAS tidak lagi menampilkan aksi-aksi teatrikal yang sensasional yang menjadi salah satu "cap dagang" utama AKA.
Namun, dibandingkan dengan AKA, eksplorasi musik rock yang dihasilkan SAS jauh lebih berwibawa. Jika dalam AKA mereka seakan-akan hanya tampil sebagai pengiring Ucok, SAS (Sonata, Arthur, dan Syeh) tampil lebih lepas dan eksploratif.
Bahkan, Arthur yang kidal ini mampu menunjukkan dirinya sebagai salah satu penulis lagu dan musik rock yang tangguh di Nusantara. Begitu juga permainan gitar Sonata yang dapat disejajarkan dengan gitaris-gitaris rock terdepan era itu seperti Ian Antono (God Bless).
SAS juga termasuk di deretan grup rock lokal yang amat produktif. Sampai tahun 1993, SAS menghasilkan lebih dari sepuluh album. Di antaranya adalah Baby Rock (1976), Bad Shock (1976), SAS Vol. III (1977), Lapar (1977), Sentuhan Cinta (1978), Exception (1978), Kasmaran (1979), SAS 1980, SAS 1981, Sansekerta (1984), Episode Jingga (1986), Sirkuit (1987), Metal Baja (1993), serta dua album kompilasi The Best Of SAS dan SAS 20 Golden Hits.
Agak berbeda dengan grup-grup lain, dalam empat album terakhirnya grafik kualitas permainan musik SAS justru tampak semakin meningkat dan matang. Album Metal Baja, misalnya, kendati tampak kalah "pamor" dibandingkan dengan Baby Rock atau Bad Shock, sebenarnya bisa disebut sebagai salah satu puncak karya SAS.
Sayangnya, sejak 1994, aktivitas musik SAS praktis terhenti. Salah satunya karena Sonata memutuskan beralih profesi menjadi seorang penginjil. Menurut pengakuan Arthur, SAS (juga AKA) secara resmi belum bubar. "Apalagi penggemar kami masih banyak," kata ayah artis cantik Tessa Kaunang itu.
Akan tetapi, konon Sonata sudah tidak mau lagi bermain musik rock. Walhasil, ketika pada tahun 1997 AKA membuat album "daur ulang" berjudul Puber Kedua, posisi Sonata digantikan gitaris tamu, Ian Antono.
Hanya saja, sisa-sisa kehebatan Arthur sesekali masih bisa kita saksikan di kafe-kafe seperti ketika ia bersama beberapa musisi muda memainkan Baby Rock, Sansekerta, dan Stairway To Heaven di Bali tahun lalu. "Rock never dies!" teriak dia.

*) Riza Sihbudi, Peneliti LIPI. 

NB : Artikel ini konon termuat pada Kompas cetak, entah edisi dan tahun kapan. Yang pasti, saat ini salah satu redaktur blog ini lagi keranjingan lagu-lagu AKA maupun SAS.

Redaktur SARBI: Dody Kristianto

Anda Pengunjung ke

SARBI

Tentang Kami

Sastra Alienasi Rumput Berbasis Independen (SARBI) adalah kelompok diskusi yang bergiat mendiskusikan perihal isu sastra, seni, dan kebudayaan terkini dengan mengambil sudut pandang alternatif. Selain itu, SARBI juga banyak menggali pemikiran tradisi negeri sendiri dan konsepsi mancanegara yang diharapkan dapat bersinergi sehingga menghasilkan pandangan kontemporer yang segar. Untuk membuktikan perihal tersebut, kami melahirkan lembar SARBI untuk ikut menghiasi keriuhan dunia sastra, seni, dan budaya serta berharap dapat menjadi oase untuk memenuhi dahaga kita •

Redaksi

Pemimpin Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Penata Artistik

Tinggalkan Pesan

Dokumen Post