Pematung
Jangan tanyakan apa yang kuperbuat ini
Tapi kenapa aku berbuat demikian
Jangan tanyakan berapa harga batu ini
Tapi ada apa aku jadi demikian
Di balik batok kepalaku mencandra :
Bocah cilik bebas telanjang
Rambut terurai dikepang dua
Tatap matanya sorgaku yang hilang
Jangan tanyakan bagaimana kuberbuat ini
Pedih-kasihnya berproses perlahan
Tenaga hidupku berhimpun satu
O, jangan tanyakan apa kudapat tebusan!
Kemudian
Senyap,
Kemudian Gelap
Kemudian
senyap, kemudian gelap
engkau berjalan
demikian tegap
Jika hari,
engkau tahu, berayun
dalam lena
kabut-kabut terbantun
Jatuh di
tanah-tanah yang anggun
jatuh kita yang
sangsi: Kenapa di sini
Kenapa engkau
dan aku bersendiri
suara pun
menebak: suaramukah ini?
1971
Elegi
Akulah tongkang sendirian
Perahu di tengah lautan
Sunsang menampung malang
Rambu-rambu dunia lataku
Mendayungkan tiang tenggelam
Meraih letih, o, gelombang
Lautan suara sibuk
Dalam diri memburu
Memburu yang kehilangan
1971
Alibi
Antara ayat-ayat suci
Engkau pun mencari
Halaman yang hilang
(anak kecil mengejar bayang-bayang)
kapan cuaca tiba
meredakan gemuruh kedirian
berterompah impian
(di sisi kesepian)
ada pun sesuatu
derasnya topan
derunya rindu
dendam kekecewaan
1971
Akulah tongkang sendirian
Perahu di tengah lautan
Sunsang menampung malang
Rambu-rambu dunia lataku
Mendayungkan tiang tenggelam
Meraih letih, o, gelombang
Lautan suara sibuk
Dalam diri memburu
Memburu yang kehilangan
1971
Alibi
Antara ayat-ayat suci
Engkau pun mencari
Halaman yang hilang
(anak kecil mengejar bayang-bayang)
kapan cuaca tiba
meredakan gemuruh kedirian
berterompah impian
(di sisi kesepian)
ada pun sesuatu
derasnya topan
derunya rindu
dendam kekecewaan
1971
Baron
Engkau
dengarkah di sini: dentum ombak dan karang
gugusan pantai
selatan, tepi jurang-jurang dalam
Horison yang
jauh , lengkung langit berawan
membias ke
laut, dalam, membiaskan permukaan
Engkau
dengarkah di sini: dentum ombak dan karang
menembus sungai
perlahan, susut muara tenggelam
Gempuran yang
bertahan, angin semesta mengemban
perpaduan
kasih, dalam, perpaduan dendam
1974
Jurang
“Monika!”
teriak seseorang di tebing kanan
“Merdeka!”
balas seorang di tebing kiri
Lalu keduanya
melambai-lambaikan tangan
Mereka merasa
bahwa salamnya kesampaian
1975
Lagu Tentang Seorang Penggesek Rebab
3000 gesekan lebih perih dari 3000 rajaman
3000 sayatan lebih pedih dari 3000 tikaman
mijil diulang-ulang. Tembang sedih; kenapa
mencapai kelembutan harus lewat kekerasan?
Sampai teriakan menjelma menjadi bisikan
Sampai kekakuan menjelma menjadi keluwesan
Sampai luluh derita. Sampai lebur di badan
Sampai tumbuh dan berbuah kebijksanaan!
1981
3000 gesekan lebih perih dari 3000 rajaman
3000 sayatan lebih pedih dari 3000 tikaman
mijil diulang-ulang. Tembang sedih; kenapa
mencapai kelembutan harus lewat kekerasan?
Sampai teriakan menjelma menjadi bisikan
Sampai kekakuan menjelma menjadi keluwesan
Sampai luluh derita. Sampai lebur di badan
Sampai tumbuh dan berbuah kebijksanaan!
1981
Nocturno
Bagaimanakah
kau hendak memotret rasi-rasi bintang
yang berguling
dalam gelombang cahaya langit malam?
Bagaimanakah
kau hendak menghitung galaksi Bima Sakti
yang
warna-warni dan timbul tenggelam dalam kelam?
Ya,
bagaimanapun kau hendak merekam gelagat insan
yang sarat
dogma kitab-kitab dan rahasia penciptaan
1992
Biodata Penyair
Linus Suryadi AG lahir di dusun Kadisobo, Sleman, Yogyakarta, pada 3 Maret
1951 dan meninggal pada 30 Juli 1999. Merupakan
putra ke 2 dari 10 bersaudara, dari keluarga petani Jawa. Setamat SMA 1 BOPKRI
tahun 1970, sempat mengenyam kuliah di ABA jurusan Bahasa dan Sastra Inggris
dan IKIP Sanata Darma, namun hanya sebentar untuk kemudian otodidak.
Selanjutnya karirnya berkisar di redaktur majalah dan Dewan Kesenian
Yogyakarta, terakhir menjadi redaktur majalah kebudayaan Citra Yogya
sejak 1987 hingga sekarang (setidaknya sampai terbit buku ini). Kumpulan
puisinya: Langit Kelabu (1980), Pengakuan Pariyem (1980), Perkutut
Manggung (1986), Rumah Panggung (1988), Kembang Tunjung
(1988), Lingga-Yoni (belum terbit), puisi bersetting wayang dan watak
dalam Ramayana dan Mahabrata, Yogya Kotaku (belum terbit). Juga menulis
beberapa buku esai sastra dan menyunting Tonggak: Antologi Puisi Indonesia
Modern, sebanyak 4 jilid yang terbit tahun 1987.
NB : puisi-puisi di atas diambil dari
blog kepadapuisi.blogspot.com, agape-lesson.blogspot.com, serta
puisi-puisi-indonesia.blogspot.com
1 comments:
Ini puisinya acak ya? Bukan dari satu buku?
Post a Comment