Sir Stanley Spencer | Zacharias and Elizabeth 1913-14 | Oil and pencil on canvas
support: 1426 x 1428 x 24 mm frame: 1703 x 1705 x 130 mm
Yang Jauh
Seolah
hidup harus hidup
kau yang
jauh, makin jauh
saja,
seakan hanya bayang-
bayang di
bawah pohon teduh
Kau hilang
dari pemandangan
tapi pula
tak mati seperti mimpi.
Adakah
yang kautunggu selalu
meskipun
hari-hari terus berlalu?
Mungkin
petang dan bayang-
bayang
musim panas makin
panjang,
makin cemas
daun-daun
menguning mendekati
musim
gugur. Hari makin pendek
saja.
Nanti, nantikanlah!
Piknik 55
Kereta
terakhir menderit
di ujung
stasiun. Telah habis hari ini
perjalanan
bersama, senja di balik bukit-
bukit
kelabu. Telah lalu umur hari, satu dari
panjangnya
rasa. Jauh berbeda
udara
pegunungan daripada kota
yang satu
ketenangan, yang lain keriuhan,
ketekunan
dalam kerja, kesibukan dalam nyala.
Dua-duanya
sama-sama
menghidupi
kelanjutan,
kehijauan
tumbuhan
dan
harapan. Masih luas
lapangan
dan subur
turun
keakanan.
Bukit
Bukan
kebetulan hidup kaurisaukan
meski
makan dan penginapan
sudah
terjamin hingga
tahun
depan
Dalam
gelisah tidur, mimpi mendaki
bukit
telur, kapan kapal pecah, laut
berdebur.
Bagaimana bisa tekebur
hidup bisa
begitu saja lebur.
Pentingnya
hati terkunci di laci,
lahir
sajak seperti arak,
yang
terpendam dalam-
dalam,
diperam
cahaya
bulan.
Bulan.
Scheveningen
Laut,
lautkah itu
yang
kauberikan padaku
seperti
yang kaujanjikan
dulu, sepi
dan tak berarti
Laut,
lautkah itu
gemerlap
dan perak
di tiap
ombak, pecah dan
bersatu
dalam keluasan waktu
Laut
lautkah
itu, yang
kauberikan
padaku
dan
hanya itu
saat kau
berlalu!
Surga
Ke Paris!
(menghindari
sipilis)
Amsterdam
God damn!
Sementara
Iqra buka
celana
aku
menunggu depan
etalase
kaca.
(yang
tirainya
menutup
dan membuka)
Aku
sengsara, sengsara
bukan
karena neraka
tapi surga
di mana-
mana!
Perut
Hari
melonjak
dalam
perut sajak.
Sepi tak
beranjak.
Bayang
Di kelab
malam
lampu dan
bayang-bayang
Tak pernah
tentram
Rumah
Berumah
tanah.
beratap
langit, dua-
duanya
pahit?
Waktu
1.
Aku makan
waktu. Aku
makan
mimpi, aku
makan nasi
lauk-pauk basi.
Minum
racun
buah-buahan
busuk
yang
disisihkan Adam
dan Hawa
di sisi senja,
Kala Tuhan
menenggelamkan
matahari
dalam kelam
dan dosa
mengusir
mereka
dari Sorga
2.
Andai
mesti
suci
mengapa manusia
tergoda,
andai penuh cinta
mengapa
mesti sepi dan sia-sia
Andai
jasad fana
mengapa
jiwa mesti
baka,
andai hidup maya
mengapa
mesti cari selamat.
Aku
hanya bisa
mencatat
detik-
detik
melompat
memohon
tobat
Wing Kardjo lahir Garut 23 April 1937, dan meninggal
dunia di Jepang pada 19 Maret 2002. Kumpulan puisinya yang sudah terbit
Selembar Daun (Pustaka Jaya, 1974), Perumahan (Budaya Jaya, 1975), Fragmen
Malam (Pustaka Jaya, 1975), dan Pohon Hayat: Sejemput Haiku (Forum Sastra
Bandung, Mei 2002. Ia juga menerjemahkan Pangeran Kecil karya Antoine St.
Exepery dan Sajak-sajak Perancis Modern dalam Dua Bahasa (1975). Selain itu
menulis pula sejumlah esai, dan novel pendek, semi biografi, terbit dengan
judul Topeng.*
NB : puisi-puisi di atas dipetik dari beberapa
sumber, yaitu www.langitjiwa.wordpress.com, www.kepadapuisi.blogspot.com, serta www.pikiran-rakyat.com
Redaktur SARBI: Dody Kristianto
0 comments:
Post a Comment