Blogroll

Tuesday, December 10, 2013

Puisi-Puisi Sitor Situmorang

 photo sitorsitumorang_zps8c90845a.jpg

Berita Perjalanan
        Buat H.B. Jassin

Kujelajah bumi dan alis kekasih
Kuketok dinding segala kota
Semua menyisih

Keragaman nikmat bebas
Serta kerdilnya ikatan batas
Tersisa di tangkapan hanya hampa

Saat memuncak
Detik menolak
Terbanting diri pada kebuntuan

Hati berontak
Batas mengelak
Meruah ingin dalam kekosongan

Jakarta, A’dam, Paris, Genova satu nama
Salju Alpina di Jibuti guruan Afrika
Sejak itu sepakat kebuntuan
Jadi teman seperjalanan kekosongan
Dalam sajak mencari kepenuhan
Perang antara kesetiaan dan pengembaraan

Kepada Anakku

Hai, anakku jadilah tukang
Di waktu senggang jangan baca
Sajak-sajak petualang

Cintailah kerjamu
Lupakan kepedihan bapak
Tebusan duka ibu

Bila datang penyair
Jangan terima bertamu
Segala yang mengingatkan padamu
Usir

Bahagia
Hanya di hidup sederhana

Antara pagi kerja
Dan senja memuja
Kehidupan sederhana
Di tengah manusia kenal setia

Paris-Yuillet
Bois de Boulogne Grand Lac

Antara hari-hari pohon tak berdaun
Kita terlena di bawah musim bunga
Hidup seakan kita serahkan pada hari mengalun
Tertidur di atas perahu kolam terlucut damba

Sungguh, Lamartine bisa saudara
Jika Rimbaud tak lari ke tepi Sahara

Gambar Kota Dulu

Depan jendela gadis mengurai rambut
Ditimpa sinar pagi menyepuh kota
Sungai di bawah memantul sinar bulan muda
Di mata selamanya yang masih kusut

Di cermin tertera kejadian dalam
Nafsu remaja yang berakhir di malam
Menyatu dengan dendang pagi
Hari baru yang menyusukan hati

Cinta hidup yang tidak kepalang
Di dadanya yang tak tahu diri telanjang
Meraih diriku yang tak tahu pulang
Sebelum semua pintu terpalang

Adakah malammu sudah berhenti risau
Mencari pacar
semenjak semua telah lalu
kenangan jad pudar?
Tapi kau bukan merpati ̶  kutahu
Yang bisa tenteram merindu
dalam sangkar
Akupun nanar.

Surat Kertas Hijau

Segala kendaraannya sudah tersaji hijau muda
Melayang di lembaran surat musim bunga
Berita dari jauh
Sebelum kapal angkat sauh

Segala kerontokan menonjol di kata-kata
Menepis dalam kelakar sonder dusta
Harum anak dara
Mengimbau dari seberang benua

Mari, Dik, tak lama hdup ini
Semusim dan semusim lagi
Burung pun berpulangan

Mari, Dik, kekal bisa semua ini
Peluk goreskan di tempat ini
Sebelum kapal dirapatkan

______________________________

Sitor Situmorang adalah seorang penyair ulung Indonesia yang telah puluhan tahun berkarya. Ia lahir pada tanggal 2 Oktober 1923 dan genap berusia 90 tahun. Bagi Sitor, mencapai usia lanjut bukan halangan untuk berkarya, karena Sitor masih menulis puisi, masih menikmati karya sastra orang lain dan selalu bersemangat untuk mengikuti diskusi dan pembicaraan mengenai sastra dan politik. Beberapa buku puisinya antara lain Surat Kertas Hijau (1954), Dalam Sajak (1955), Wajah Tak Bernama (1956), Zaman Baru (1962), Dinding Waktu (1976), Angin Danau (1982), Bunga di Atas Batu (1989), serta Rindu Kelana (1994).

Ia dilahirkan di sebuah desa kecil bernama Harianboho di pulau yang (kini) bernama Samosir, sebuah pulau kecil di tengah Danau Toba di Sumatra Utara. Ia memiliki darah murni dari Suku Batak, karena dalam silsilah keluarga dari garis ayah dan ibu, semuanya merupakan orang Batak. Pada usia muda Sitor sudah merantau keluar kampung, dan pada akhirnya ia keliling dunia, sesuatu yang diinginkannya sejak remaja.

Kecintaannya pada Suku Batak telah diwujudkan dengan ketekunannya menelusuri sejarah suku tersebut yang kemudian disusun dalam satu buku berjudul Toba Na Sae (The Last Toba). Dalam buku itu Sitor merunut sejarah sukunya melalui berbagai penelitian pustaka, mewawancarai tokoh adat bahkan juga menyusun kembali legenda dan mitos yang selama ini dikenal sebagai cerita lisan (dongeng). "Nama pulau Samosir dulu bukan Samosir, tetapi karena orang-orang dari desa Samosir sering menyeberang ke daratan, maka orang mengenal dan menjuluki semua penduduk pulau itu sebagai orang dari Pulau Samosir," kata Sitor sekilas mengenai sejarah kampung halamannya.

Sang pengenala ini mengaku sangat mencintai kota Paris, Perancis yang disebutnya sebagai Jantung Peradaban Eropa. Setelah gagal dalam pernikahan pertama (dan mempunyai sejumlah putra dan cucu), Sitor  melabuhkan hatinya pada seorang wanita Belanda, Barbara Brouwer yang menjadi istrinya serta ibu dari seorang anaknya. Puisi-puisi di atas diambil dari kumpulan Malam Sutera (2004, Matahati).

Redaktur SARBI: Dody Kristianto


1 comments:

Misi numpang nanya, puisi-puisi di atas dari buku yang mana ya?

Post a Comment

Anda Pengunjung ke

SARBI

Tentang Kami

Sastra Alienasi Rumput Berbasis Independen (SARBI) adalah kelompok diskusi yang bergiat mendiskusikan perihal isu sastra, seni, dan kebudayaan terkini dengan mengambil sudut pandang alternatif. Selain itu, SARBI juga banyak menggali pemikiran tradisi negeri sendiri dan konsepsi mancanegara yang diharapkan dapat bersinergi sehingga menghasilkan pandangan kontemporer yang segar. Untuk membuktikan perihal tersebut, kami melahirkan lembar SARBI untuk ikut menghiasi keriuhan dunia sastra, seni, dan budaya serta berharap dapat menjadi oase untuk memenuhi dahaga kita •

Redaksi

Pemimpin Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Penata Artistik

Tinggalkan Pesan

Dokumen Post