Blogroll

Saturday, July 20, 2013

Puisi Dody Kristianto, Koran Tempo 7 Juli 2013

 photo untukdody_zps53109abe.jpg

Syarat Mengurai Ikatan

Ini bukan tentang adab sopan. Melucuti adalah tingkah wajar
Bagi yang bertandang dan bersua dengan yang bersemayam.

Tapi sungguh, tuntaskan dulu memindai hikayat ikat. Siram
Badan kasat pandang dengan kewingitan kembang setaman.

Biar sempurna benar malam penghanyutan. Biar tak bangun
Yang sudah menerima talkin penghabisan. Ketahuilah, kupak

Pertama membuka langkah menuju ia yang tak lagi sempurna.
Tak perawan, tak bujang, tak ada yang tertinggal dalamingatan.

Tak lagi ada silat lidah bila berjumpa. Cermatkan pula,awaskan
Gelagat telinga. Sigapkanlah serupa radar. Yang kautuntaskan

Hanyalah memgudar yang mengikat. Tak patut kau pamerkan
Kelihaian menjamah yang berada di sebalik lembar. Harus pula

Kau cergas membeda mana kaki mana kepala. Sebab beberapa
Depa dari pandang. Beberapa langkah dari liang. Telah siaga

Sekian badan api yang ingin menandangi kaum pemijak bumi.

(2013)


Mufakat Memilah Sajak

Sebagai penyair lapar berjagalah di pertengahan malam
Benar pula, harus mampu kau memilah sajak yang tiba-tiba

Datang. Bisa ia mencurigakan serupa seteru yang menyapa
Sembari memamerkan ancang satu dua tingkah binatang

Amati dan leburkan ke dalam sajak. Sebuah sapuan
Akan serupa majas bening di permukaan. Tangkaslah

Memandang mana tingkah kanan mana perangai kidal
Belah udara keparat hingga menembus hakikat kata

Masuklah ke dalam inti sebagaimana pemburu makna
Jangan bimbang bulan terang itu membikin lapar badan

Bisa jadi ia mula seteru yang harus diredakan
Angin jahat pastilah menyimpan pesan kurang ajar.

Ditutupnya segala jalan darah. Tapi selaku yang tabah
Dari kekejian tak kasat, mantapkan itikad bertirakat

Jangan sampai mata terpejam dan sajak luput selintas
Pandang. Jangan sampai kau seolah cecunguk yang rubuh
Dalam sekejap serang

(2013)


Perihal Tak Seimbang

Kamulah yang mengasingkan yangmematikan.
Kamulah yang menyimpan,mendiamkannya
agar kelak yang banyak gertaktak lagi sesumbar
memamerkan itikad galak.

Jika begitu, aku memilih beranjak dari tarung ini.

Sumpah. Dengan kelihaianmelipat gunung
sekalipun, badan tanggung initak dapat mengelak
gelagat rahasia yang kamusemayamkan. Ini gelut
paling serius.

Lebih liar dari pelor yang menggasak dada.
Lebih dengung dari meriam kompeni di hadap
wajah.

Silat beracun yang kusimpanmungkin
perlawanan kadaluarsa.Merinding leherku
bila sampai kamu hentak tanah.

Yang berdiam. Yang menunggupeluang
membikin badan pingsan adalahyang kamu
undang sebagai sekutu di jalanan.

Segala rupa kegaiban. Yang terjelek. Yang termursal.
Yang termiring. Yang tak lagi berbadan lengkap
pasti kelak menerkam dan menenggakku.

Sia-sia pula segala hantam akulepas. Tak lagi berdaya
aku ikat tenaga dalam. Ingat,lidahku lidah kaku
dan tak kuat mengucapistighfar. Pastilah
mataku sekadar disaratipenampakan yang berbadan,
tapi tak mungkin kuterabasdengan tendang.

Demikianlah, aku telah terperangkap
dalam rupa tarung tak seimbang.

(2013)


Melepas Serdadu Gaib

Ke depan, kedepanlah.

Inilah tingkah serdadu rahasia
menyelinap dan merayap 

Mungkin ngibrit kadal kudis yang menantang
Juga segala anjing buduk, kucing koreng,
hingga centeng gagu pasti luput mengganggu.

Perayaan ini sungguh syahdu. Aku bujang
yang melepasmu. Seolah kau pacar
yang menyeberang ke tanah jauh.

Tapi sungguh. Jangan membaca ayat itu
atau kalimat berapi yang akan mengafirkan tubuh.

Sebab pagilah yang sejati menunggumu.
Dengan penyiraman darah ke tubuhmu yang batu.

Maafkan aku. Aku hanya dungu berbadan
yang menunggu di belakangmu.

Ke depan, ke depanlah.

(2012)

Kenduri Ganjil

Bisa pula kita sepasang yang asing :

Aku di kamar, sedang kau ditampik
segala pandang

Lalu, kubiarkan diri menyeru langit,
tapi kau berujar gelap.
Aku percaya rumah, sementara kau berserah
untuk yang rimbun tak kasat.

Sesungguhnya, ini kenduri berdua. Tak ada mata
yang ditinggal. Hingga unggunan di seberang
menyeru namaku Mungkin pula mengutukmu
yang disapih segala hikayat jauh.

Riuh pula, bukan merintih,
hentak rampak rebana, hingga dandang kelontengan

dang plak dung dangdung

(2012)

Mengurai Angin Ribut

Berkelokkah, menukik, atau menikung?
Dengan adab apa kita berhadapan?

Tentulah kita tak harus mendelik
untuk saling mengancam.

Aku yang tengah siaga sendirian.
Dan kau yang datang tiba-tiba.
Jangan lagi berkelit bersama tangan jahat di udara

Pantaslah ini dinamakan tarung rahasia.
Aku bersama jurus dan tingkah manusia
Kau yang lebih mengenal perilaku percik dan pijar.

Gerakmu terbalik memusingku.
Sungguh, telah kumasukkan jurus sekian
yang tak habis menyentuhmu.
Aku melepas lesat tercepat. Tapi dengan tanah
atau kayu engkau bersekutu.

Benarlah telah siap kau melebur tubuhku
Kau bakar atau cebur melebihi jahat dunia.

(2012)

0 comments:

Post a Comment

Anda Pengunjung ke

SARBI

Tentang Kami

Sastra Alienasi Rumput Berbasis Independen (SARBI) adalah kelompok diskusi yang bergiat mendiskusikan perihal isu sastra, seni, dan kebudayaan terkini dengan mengambil sudut pandang alternatif. Selain itu, SARBI juga banyak menggali pemikiran tradisi negeri sendiri dan konsepsi mancanegara yang diharapkan dapat bersinergi sehingga menghasilkan pandangan kontemporer yang segar. Untuk membuktikan perihal tersebut, kami melahirkan lembar SARBI untuk ikut menghiasi keriuhan dunia sastra, seni, dan budaya serta berharap dapat menjadi oase untuk memenuhi dahaga kita •

Redaksi

Pemimpin Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Penata Artistik

Tinggalkan Pesan

Dokumen Post