Blogroll

Sunday, July 14, 2013

Puisi-Puisi Oka Rusmini

 photo okarusmini_zps1d53baed.jpg
Dokumen Ubud Writers & Readers Festival

Garbaputri

kunikahi kelahiranmu. Kita memang telah berjanji, ketika kekasih kita masih
darah menggumpal yang mengganjal tubuh perempuan dengan tulang-
tulang besar, lemak amis menutupimu.

"Ke mana orang-orang itu? Ketika kekasih kita mendekat mereka berlarian,
Mengusung sejarah dan mitos. Anak-anak mereka dimandikan cahaya.
Kenapa warnanya hitam? Bukankah kakek mereka utusan Tuhan?"

kekasih kita datang. Kau mulai merekatkan pori-pori, dan menutup masa
silam. Kautenggelamkan kuncinya di cairan otakmu.

"Dendamkah yang mencair di rongga tubuhku? Wajah-wajah penuh taring
mengunci pintuku, tubuhku pecah menjelma pisau, dan keris penuh racun
menjilati kulit, membunuh mahkota pendetanya"

Kekasih kita datang, dengan mata besar. Ketika sakit tak dirasakannya
darah dan tulangnya patah. Besikah tulangnya? Emaskah matanya? Aku
ingin menanam hutan-hutan dan jurang di tubuhnya. Apa yang kau tanam
untuknya?

Akan kurakit sampah tubuh para pendeta. kutancapkan pandan berduri di
gentanya. Kulayarkan menyeberangi tubuh lelaki pengasah panah. Tahukah
kau, panah itu jadi nanah busuk. Aku rajin memeras lukanya dan
membasuhkan wajahku. Cantikkah aku? Dengan ular-ular yang siap
menelan kepala pendetanya. Aku akan menelan, mengunyahnya dengan
halus, lalu menyusupkan di sumsum tulang kekasih kita"

kita akan menikahinya dengan beratus upacara dan sesaji. Mungkin Tuhan
lapar dan menunggu kita.

"Ketika upacara dimulai tak ada lelaki datang. Aku menelan nanah busuk
yang berlayar dalam darah. Kelak kubakar bersama lelaki milik Bapak"

1999

1996
: mp

aku mengantarkan sepotong tubuh perempuan pada lelaki. Sebuah jurang
pelan-pelan melahap mataku yang mengairkan sungai. Kunaiki batu-batu
yang menumpu tubuh. Orang mengantar bunga, kue-kue pasar dan sesaji
air mata. Di mana ibu kita? Di mana bapak kita? Aku terus menaiki tangga-
tangga karang sambil menyusui rasa lapar. Kuremukkan bukit-bukit, kutelan
karang, berharap kutemukan keping wajah ibuku.

Muray, mulai menampung cairan tubuhku. mendongeng tentang api,
kelahiran, sedikit kematian. Dia bungkus di ketiak dan tubuh kecilnya.

"Muray aku telah nikahi laut. Dia maui tubuhku. Mana tubuhnya?"

Langit muram. Percikan api pada ban mobil. sunyi meraup tubuh
telanjangku. Kurakit di sumsum tulang. Aku mulai melukis perjalanan.
Telah kutinggalkan seorang perawan di sebuah bukit dengan tumpukan
batu runcing yang melahap tubuhnya. Perempuan itu tidak berpaling.
Kucoba tinggalkan hati, tak disentuhnya. Muray, mulai mengurai
rambutnya membilas gelisahku. Aku melarutkan perjalanan, sambil
Melubangi tubuh kuhirup aroma rasa takut. Kebisuan panjang mengerat
tubuh. Muray, mungkin akan kunikahi darahku.

"Inilah permainan kecil, laut dengan ombaknya. Karang mengawinkan buih.
Matahari dengan pecahannya, kau merasa terbakar? Biarkan, kau akan
rasakan senggama. Ketika Tuhan datang, jangan pernah bukakan pintu.
Remas tubuhmu, biarkan tetesannya merusak wajah-Nya"

Muray, aku kehilangan perawan kecilku. Lengking tangisnya masih
menggantung di helai rambutku. Rasa laparnya dia ayunkan di hati. Ibuku
telah lama mati, Muray. dia kabarkan kehilangan ke seluruh orng-orang:
agar dilupakan dosa dan kelaparan wujud perempuannya. Orang-orang
Mengutukku. Ibuku duduk di perapian membakar kelahiranku.

"perempuan memiliki beratus wujud. Genggam tanganku, seratus laki-laki
akan menghanyutkan tubuhmu ke laut"

Muray, perawan kecilku hilang. Tak ada kata-kata berlarian dari mulutnya
Dia hanya memanggil nama ibunya. Lelaki itu telah mencuri
tubuhnya. Muray, apakah kita harus pulang? Diam-diam kau menikahi
perjalanan mengunci petiku.

1999

Gestural (bersama AH)

"aku mencium daging tumbuh. inikah judi? ketika perempuan berebut membuka pintu, melepas pakaian. membuang tubuh di kain hitam atau putih. melebarkan paha, mencari lubang, lalu menusukkan besi. perempuan berwajah pucat itu melambaikan tangan. tanpa senyum, tanpa perasaan, menyumpahi kami dengan kata-kata kasar. meludahi kami dengan kutukan"

"masuk! timbang dagingmu!"

"keping awan di dagingmu, telah membunuh calon anak-anakmu"

2001
(sajak ini pernah dimuat di rubrik Bentara, Kompas, Jumat, 02 Mei 2003)

Ritus

"aku tak lagi memiliki tubuh, apalagi hati. Apa kau masih mengenalku? Seorang laki-laki tanpa detak jam di tubuhnya. Bahkan tak mampu kumiliki tubuhmu. Aku takut warnamu, aku takut wujudku sendiri!"

"usiamu singkat. Carilah tubuh yang lain, kau tanami daging, gumpalan darah, dan air mataku. Kelak kau temukan ladang puisiku, mungkin dia rapuh dan penuh penyakit. Kau tak akan mengenalku"

2001

(sajak ini pernah dimuat di rubrik Bentara, Kompas, Jumat, 02 Mei 2003)

NB : puisi-puisi ini diambil dari blog puisibali.blogspot.com


Redaktur SARBI: Dody Kristianto

0 comments:

Post a Comment

Anda Pengunjung ke

SARBI

Tentang Kami

Sastra Alienasi Rumput Berbasis Independen (SARBI) adalah kelompok diskusi yang bergiat mendiskusikan perihal isu sastra, seni, dan kebudayaan terkini dengan mengambil sudut pandang alternatif. Selain itu, SARBI juga banyak menggali pemikiran tradisi negeri sendiri dan konsepsi mancanegara yang diharapkan dapat bersinergi sehingga menghasilkan pandangan kontemporer yang segar. Untuk membuktikan perihal tersebut, kami melahirkan lembar SARBI untuk ikut menghiasi keriuhan dunia sastra, seni, dan budaya serta berharap dapat menjadi oase untuk memenuhi dahaga kita •

Redaksi

Pemimpin Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Penata Artistik

Tinggalkan Pesan

Dokumen Post