Blogroll

Wednesday, September 11, 2013

Vickiisme dari Masa ke Masa

 photo Artist_ClaudeCahun18941954_Title_Untitled_Date_1936_Medium_Photographblackandwhiteonpaper_Dimensions_237x178mmcopy_zps938877f9.jpg
Karya Claude Cahun (1894‑1954) Judul: Untitled Tahun: 1936 Medium: Photograph, black and white, on paper Dimensi: 237 x 178 mm Koleksi: Tate


Goenawan Mohamad*

Hari-hari ini di Twitter orang ramai menertawakan sesuatu yang pantas ditertawakan: bagaimana seorang bernama Vicky Prasetyo berbicara dengan kata-kata asing yang kedengaran keren tapi salah tempat dan salah pakai. Juga dengan kalimat yang jelas maksudnya.
Ada orang yang menganggap sebuah isi pikiran yang "dalam" dicerminkan oleh kalimat-kalimat yang sulit dipahami.
Memang, soal-soal yang kompleks dan dalam (misalnya filsafat, matematika, dan lain-lain) tidak mudah segera dipahami. Tiap kalimat harus diurai, dan tenaga untuk itu tak sedikit. Diperlukan pembaca yang punya daya analitis yang kuat dan siap bersusah-payah.
Tapi rupanya ada yang ingin agar tulisannya terkesan dalam dan orisinal dengan menggunakan kalimat dan istilah yang seperti hutan belukar yang sulit ditembus. Vickiisme jenis ini sejak lama ada. Bukan di kalangan pejabat, tapi di kalangan seniman yang menulis. Coba telaah kembali majalah-majalah kebudayaan Zenith, Seni, dan lain-lain dari tahun 1950-an. Saya pernah tak paham sampai bertahun-tahun sebuah esei Sitor Situmorang di majalah Seni dan beberapa esei Wiratmo Sukito dalam majalah Indonesia.
Di tahun yang lebih belakangan -- seingat saya tahun 1980-an -- ada tulisan-tulisan (misalnya di Kompas) oleh satu dua orang penulis yang ya-oloh ruwetnya. Tapi tidak ada yang berani mengritik atau mencela; takut disangka bodoh.
Hanya sekali tampil sikap yang terus terang. Seorang pastur diminta menulis pengantar sebuah buku dari seorang penulis yang terkenal "ruwet" karyanya. Sang pastur dengan terus terang menulis, ia tak paham apa yang mau diutarakan sang penulis..
Tapi Vickiisme ini menjalar ke kalangan lain. Saya ingat pada suatu hari di akhir 1970-an atau awal 1980-an Jenderal Ali Moertopo mengumpulkan para seniman dan "budayawan" (kata ini juga tidak jelas maksudnya).
Kami didatangkan ke salah satu dari Pulau Seribu. Di sana, dengan panjang lebar dan dengan kalimat yang tidak jelas arahnya, tanpa teks, Ali Moertopo berbicara tentang "aquakultur".
Kami mencoba menebak-nebak. Tampaknya ia ingin mengaitkan kebudayaan dengan kelautan (maklum, tempat ceramah itu kami dikelilingi laut). Seorang yang hadir berbisik kepada saya, tapi tidak ada yang berani memberi tahu sang jenderal bahwa "aquakultur" itu tak ada hubungannya dengan kebudayaan, tapi dengan "seafarming". "Kultur" di situ adalah kata yang juga dipakai dalam "hortikultur"....
Jadi: kami tak paham apa yang hendak dikatakan sang jenderal, karena ia sendiri juga tidak paham.
Vickiisme adalah gejala dari tidak bekerjanya daya analitik dalam berbahasa, tetapi lebih dari itu, juga gejala dari sebuah kecemasan: cemas untuk ketahuan bahwa si penulis atau si pembicara mirip tong kosong dengan bunyi yang rumit.

* Goenawan Mohamad adalah penyair dan budayawan. Tulisan diatas dijumput dari status fb Slamet Parsaoran Sinambela yang kemungkinan besar juga dijumput oleh yang bersangkutan dari kolom Catatan Pinggir Majalah Tempo yang terbaru.

Redaktur SARBI: Dodi Kristianto

0 comments:

Post a Comment

Anda Pengunjung ke

SARBI

Tentang Kami

Sastra Alienasi Rumput Berbasis Independen (SARBI) adalah kelompok diskusi yang bergiat mendiskusikan perihal isu sastra, seni, dan kebudayaan terkini dengan mengambil sudut pandang alternatif. Selain itu, SARBI juga banyak menggali pemikiran tradisi negeri sendiri dan konsepsi mancanegara yang diharapkan dapat bersinergi sehingga menghasilkan pandangan kontemporer yang segar. Untuk membuktikan perihal tersebut, kami melahirkan lembar SARBI untuk ikut menghiasi keriuhan dunia sastra, seni, dan budaya serta berharap dapat menjadi oase untuk memenuhi dahaga kita •

Redaksi

Pemimpin Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Penata Artistik

Tinggalkan Pesan

Dokumen Post