![Photobucket](http://i1112.photobucket.com/albums/k484/sarbikita/iwansimatupang.jpg)
Berikut SARBI menyajikan beberapa puisi pilihan Iwan Simatupang yang diambil dari buku Ziarah Malam. Selamat membaca.
Potret
Di sudut kamar seorang dara
Tergantung potret serdadu senyum:
“Tunggu! Sepulangku, bahtera kita kayuh!
Di atasnya salib: Pahlawan kasih yang
belum jua pulang.
Kini dara sudah lama tak menunggu lagi.
Langkah-langkah pelan, yang biasa datang
Menjelang tengah malam dari kebun belakang
Bawa cium dan kembang –
Takkan lagi kunjung datang.
Di sudut kamar seorang dara
Tergantung potret serdadu senyum:
“Jangan tunggu! Aku bangkai dalam bingkai!
Di atasnya salib: Pahlawan kasih yang
masih jua belum pulang.
Kini dara sudah lama dalam biara.
Ballade Kucing dan Otolet
Di jalan ada bangke
Kucing digilas otolet
Darah
Ngeong tak sudah
Selebihnya:
Langit biru
Dan manusia buru-buru
Otolet makin rame
Di tuhan punya jalan
Bangke makin rata
Di aspal panas
Penumpang gigimas
Bercanda
Di Surga
Kucing pangku supir kaya
Dan cekik
Tuhan
Pada Kepergian Bersama Angin
buat murid-muridku di Surabaya
Irama dari bahaya dan bencana
Lagi-lagi gentayangan dari jauhan
Ah, mengapa panji tak kuangkat saja kembali
Dan
Berlari jingkat telanjang bulat ke muka
Dengan tembilang
Memupus segala jejak di belakang?
Usah duga
Mana tugu ujung segala pencarian
Hanya
: Bila pelangi cerlangi dinihari pekat
Dan asap berkepul hijau dari bintang-gerhana –
Datang, datanglah kau
Ziarahi aku dalam bayang terkulai
Dari tiang gantungan atas piala racun tercecer...
Dan aku
Akan ziarahi semua
Penziarah
Dengan senyum –
Seribu-kiamat
Merah Jambu Di Melati
Kepada Sitor Situmorang
Ada darah tiris
Dari hati atas melati
Satu satu
Ada melati tumbuh
Diciuman segara dengan gurun
Jauh jauh
Darah beku
Melati layu
Tapal sayu
Ada murai atas cactus
Ada cactus dalam hati
Ada kicau berduri
Sunyi sunyi
Bintang tak Bermalam
(nocturne untuk Nany Jasodiningrat)
Bertengger atas risau lembayung
Bintang tak tahu
Ke mana pijar hendak dipenjar
(Siang telah reguk segala warna
Bahkan kelam
Tak lagi bagi malam)
Dan pada pelangi
(Yang hanya di siang)
Tak ada berwakil
Warna bintang jatuh
Pengakuan
Aku ingin memberi pengakuan:
Bulan yang gerhana esok malam
telah kutukar pagi ini
dengan wajah terlalu bersegi
pada kaca yang retak oleh
tengadah derita kepada esok
Kulecut hari berbusa merah
Jambangan di depan jendela terbuka
menyiram kesegaran pagi dengan
pengakuan:
esok adalah bulan purnama
Sungai Batanghari, 13 Agustus 1961
Tentang Iwan Simatupang
Iwan
Simatupang lahir di Sibolga, Sumatera Utara pada 18 Januari 1928 dan meninggal
4 Agustus 1970 di Jakarta. Tahun 1949 pernah menjadi komandan pasukan TRIP di
Sumatera Utara, tahun 1950-1953 bekerja sebagai guru di Surabaya. Tahun 1977
Iwan Simatupang menerima Hadiah Sastra ASEAN. Dramanya: Bulan Bujur Sangkar
(1957), Taman (1958), RT Nol/RW Nol (1966), Petang di Taman
(1966) dan Cactus dan Kemerdekaan (1969). Novelnya: Merahnya merah
(1968), Ziarah (1969), dan Kering (1972). Cerpen-cerpennya
dibukukan oleh Dami N. Toda dengan judul Tegak Lurus denga Langit
(1982).
0 comments:
Post a Comment