rokok;
asap, kau si senang,
lahir dari tubuhku,
dari tiada jadi ada,
bebas mengembara ke
udara,
yang kau inginkan,
aku si celaka,
perlahan-lahan
membakar diri sendiri,
lenyap jadi abu.
asap;
rokok, kau si senang,
dipakai dan digunakan
penghilang suntuk,
pada kepalamu cahaya,
pada pangkalmu
ciuman.
aku si sakit yang tak
diterima,
dikibaskan dari abu
dan pandangan
mengganggu,
terbang ke udara,
lenyap begitu saja.
api:
asap, kau si
beruntung,
tak perlu sampai ke
pangkal bibir,
telah bebas jadi
angin,
seperti rokok yang
setia,
pada tubuhnya dia
menikmati tubuhku,
aku si malang dipaksa
hidup
tidak pada tubuh
sendiri,
panasku tak sampai,
dinginku tak pucat,
belum samapi ke bibir
dimatikan dalam asbak.
2012
Lima Kuku Si Pincang
di dalam kamar itu
kau menonjok dengan kaki pincang,
lima kuku kakimu
menacap daging, menanam gigil,
lima kuku kakimu satu
lagi tidak menentu,
sepuluh kuku tanganmu
di angkuh yang tak mau tahu.
tetapi sebelah matamu
mengatakan lima kuku itu
melompat keluar
jendela yang kacanya pecah
tepat di depanmu,
sebelahnya lagi hanya
mengatakan seperti melihat,
tentu kau tidak ingin
berpegang pada si ragu dungu.
Mencangkung dengan
kaki pincang tak serta merta
membuatmu menjadi si
sakit yang dilupakan,
ada sakit yang tidak
tertanggungkan di sebelah kakimu yang lain
dan di bibir jendela
yang pecah, pada kuku mencakam daging
yang itu juga.
(Karangsadah 2012)
Benang Celana Robek dan Dengkul
benang celana robek:
terlepas dari dengkul
itu tidak membuat aku
terlepas dari daging
sakit,
pucatnya dingin,
aku si tubuh yang
ditanam dalam benang sajak,
lahir dan gugur
dalam sakit sajak.
dengkul:
selain tubuh ini apa
yang aku miliki
selain pangkal rambut
yang sakit,
aku si daging yang
dilecuti tubuhmu,
lahir dan gugur dalam
ngilu sajak.
(Karangsadah 2012)
Alizar Tanjung lahir di Karang Sadah, Solok, Sumatera
Barat, 10 April 1987. Saat ini ia tercatat sebagai Mahasiswa Jurusan Pendidikan
Agama Islam di IAIN Imam Bonjol Padang, Sumatera Barat.
Kutaraja, 1874
Di Kuala, ada lagu
serdadu kumpeni
”Jayalah Willem, sebelum pagi.”
”Jayalah Willem, sebelum pagi.”
Pada laras senapan
yang ria
Ayat-ayat sembunyi
di arus kali,
Lidah naga menari.
Ayat-ayat sembunyi
di arus kali,
Lidah naga menari.
Dari Kuala, ya dari
Kuala
Kapal-kapal bergerak,
Dari mulut kanon
bau mesiu merambat.
Kapal-kapal bergerak,
Dari mulut kanon
bau mesiu merambat.
Di Kutaraja, ada doa
bergema
”Tuwanku, kami bersiap mati.
Jiwa merdeka, berkalung kenanga.”
”Tuwanku, kami bersiap mati.
Jiwa merdeka, berkalung kenanga.”
Langit gelap
dalam mimpi yang kedap.
dalam mimpi yang kedap.
Bulan runcing,
berlari di ujung lembing
Pedang kelewang bersijingkat,
dalam khianat.
berlari di ujung lembing
Pedang kelewang bersijingkat,
dalam khianat.
Siapa menukar sangkur
dengan dusta sungai anggur?
dengan dusta sungai anggur?
Di jantung Kutaraja
pada subuh hitam itu,
Kumpeni ria bernyanyi
”Jayalah Willem, sebelum pagi.”
pada subuh hitam itu,
Kumpeni ria bernyanyi
”Jayalah Willem, sebelum pagi.”
2010
Nezar
Patria lahir di Sigli, 5
Oktober 1970. Ia bekerja sebagai wartawan, dan berkumpul di Komunitas Tikar Pandan,
Banda Aceh.
Sumber: KOMPAS,
MINGGU, 16 DESEMBER 2012
/Redaktur SARBI: Ferdi Afrar
0 comments:
Post a Comment