Pelari Katai
kaki
semenjana, tungkai nan rentan,
tapak yang
kadang goyah. dengan
kiat apa
kau bersanding dengan sang kidal
di
gelanggang? bermohonlah
pada
begawan agar mambang segala ranah
memasuki
tubuh. sebelum kau seru,
sebelum
kau tantang ia lantang-lantang.
lantas,
mantra kudakah yang kau mantapkan
dalam
badan? ancanganmu yang sederhana
harus
tetap liat dan giras. jangan disangkal bila
gerak awal
yang tak kukuh telah bermukim
di badan.
tak akan paham sekujur tubuh
menopang
kesempurnaan ancangan. bisa jadi,
dengan
rona diam sang kidal menyalipmu dari kejauhan.
ia yang
berdamai dengan jarak, yang berbisik dengan jalan,
yang
berlalu dengan gerak kompak selanggam
adalah
yang bakal menuntaskan balap dengan segenap
kesempurnaan.
menjauhlah, menjauh segera. langkah
kurangmu
tentu menyiksa tubuh. taklah ia selanyah
bahasa
kilat. mungkin benar dalam pandangan,
sekian
langkah ia tertinggal di belakang. namun,
kidal
memanglah kidal. langkah pendek yang teguh
tetap tak
kukuh meredakannya. tak cukup hentak
beberapa
depa berselang badan. masih kurang meski
kau
berserah pada kegaiban. mubazirlah rajah bersemayam
dalam kaki
kiri kanan. lekas urungkan, cukupkan
hingga
pertengahan belaka, mundur saja perlahan
dari
gelanggang yang muskil kau tuntaskan.
(2013)
Perihal Menyaluti Pedal
Yang
diluputi sajak. Yang abai dari rima.
Yang tak
abadi dalam bahasa
Bukankah
kau yang bernama pedal?
Yang
menjunjung kami dalam
Lenanya
kayuhan. Sungguh mulia
Ketelentanganmu
yang sabar
Lagi maha
menanggung beban.
Berserah
pasti tubuh tambun ini
Dalam
langgam selaras namun lamban.
Lamat
saja. Jangan ada gelagat tergesa.
Bukankah
badan lupa pulang ini
Perlu
dituntun dengan benar.
Dengan
laju lambat yang sebenar
Menyapa
getar di sekitar.
Terima
kasih. Kini kami sempurnakan
pasrah dan
rebahmu. Bimbinglah
domba
sesat jalan ini menuju
kepulangan
yang abadi.
(2013)
0 comments:
Post a Comment