Kupilih Melati I dan II
Kupilih Melati I
Kupilih melati
meski mawar penuh getar
atau kamboja tetap berbinar
Kupilih melati
bukan anggrek atau brokoli
bukan wortel atawa sawi
Ya, melati
sederhana, tapi anggun
manis penuh senyum
murah, tapi meriah
tidak mahal, tapi tetap mewah
mahkotanya putih terbawa mimpi. Aku tertatih. Merintih. Perih.
ingin bercumbu pada harap di atap
ingin menyunting sampai aku sinting
memohon pada pohon agar melahirkan melati lagi
karena aku tak ingin melihatnya mati, apalagi sampai muncul duri
Kupilih melati
bukan kaktus atawa pinus
bukan cemara atawa derita
karena kuyakin, melati pasti bahagia.
Kupilih Melati II
Kucium aroma ranum setiap daun
: senyum
putiknya indah berhias mahkota
Melati selalu membawa berkah
menjadi saksi saat pernikahan
menebar harum saat pemakaman
atau sekadar penghias pada film-film setan
Melati,
tak beristri
tak bersuami
tapi melahirkan generasi yang tetap wangi
Melati,
menyimpan mimpi para kekasih
memberi angan setiap kerinduan
menyisipkan kedamaian di semua harapan
Kamar, 13 Desember 2009, 3.42 am.
: untuk melati di seluruh negeri
Kupilih melati
meski mawar penuh getar
atau kamboja tetap berbinar
Kupilih melati
bukan anggrek atau brokoli
bukan wortel atawa sawi
Ya, melati
sederhana, tapi anggun
manis penuh senyum
murah, tapi meriah
tidak mahal, tapi tetap mewah
mahkotanya putih terbawa mimpi. Aku tertatih. Merintih. Perih.
ingin bercumbu pada harap di atap
ingin menyunting sampai aku sinting
memohon pada pohon agar melahirkan melati lagi
karena aku tak ingin melihatnya mati, apalagi sampai muncul duri
Kupilih melati
bukan kaktus atawa pinus
bukan cemara atawa derita
karena kuyakin, melati pasti bahagia.
Kupilih Melati II
Kucium aroma ranum setiap daun
: senyum
putiknya indah berhias mahkota
Melati selalu membawa berkah
menjadi saksi saat pernikahan
menebar harum saat pemakaman
atau sekadar penghias pada film-film setan
Melati,
tak beristri
tak bersuami
tapi melahirkan generasi yang tetap wangi
Melati,
menyimpan mimpi para kekasih
memberi angan setiap kerinduan
menyisipkan kedamaian di semua harapan
Kamar, 13 Desember 2009, 3.42 am.
: untuk melati di seluruh negeri
Ini Bukan Puisi
Preambul
: Meri
Aku yang masuk kerongkonganmu
saat bibir kita menyatu
lidah kita saling menyapa
hidung kita saling membau
aku masih ingat nafasmu
nadimu
irama jantungmu
lubang hidungmu
kelopak matamu yang kupandang begitu dekat, kau mengatupkannya
andai kulukis, tak kan selesai meski dengan semua warna
andai kubaca, lidahku akan tetap terbata
andai kuungkap, tak akan terwujud meski dengan segala bahasa
andai kucerita, tak akan percaya karena kau adalah terindah
izinkan jiwa kita bermain di nirwana
menyentuh kuldi pemisah Adam-Hawa
tapi jangan dimakan, Sayang
ingin kuterima himanga darimu
karena aku bukan seorang hipokrit
ini adalah preambul
kuharap bukan terka di akhir tikam.
: Meri
Aku yang masuk kerongkonganmu
saat bibir kita menyatu
lidah kita saling menyapa
hidung kita saling membau
aku masih ingat nafasmu
nadimu
irama jantungmu
lubang hidungmu
kelopak matamu yang kupandang begitu dekat, kau mengatupkannya
andai kulukis, tak kan selesai meski dengan semua warna
andai kubaca, lidahku akan tetap terbata
andai kuungkap, tak akan terwujud meski dengan segala bahasa
andai kucerita, tak akan percaya karena kau adalah terindah
izinkan jiwa kita bermain di nirwana
menyentuh kuldi pemisah Adam-Hawa
tapi jangan dimakan, Sayang
ingin kuterima himanga darimu
karena aku bukan seorang hipokrit
ini adalah preambul
kuharap bukan terka di akhir tikam.
Simpul Senyum
: bungaku
telah kurangkai simpul
telah kubungkus seikat senyum yang tertuang dalam telaga
saat petuah menempel pada butir-butir cemburu
yang kau hadiahkan untukku
kuiris tipis keju di hatiku
bergumul dengan tulang-tulang daun kemuning itu
Sayang, aku ingin merajam malam agar mentari dan bulan bisa bersetubuh
di lembah yang tertuang nama kita
ya, hanya nama kita
tak ada yang lain
tak ada padi atau kemangi
tak ada duku atau mengkudu
tak ada kekasihmu, hanya kau dan aku
seperti saat aku menyusun rindu
saat kau memunguti kisah yang berserakan
di lemari
di kolong resah
di meja penuh cinta
bahkan aku pun tak tahu
ternyata melati cemburu
pada kelelawar pemberi penawar
sebuah tungku berisi altar sejarah masa senja
usia semakin renta
tak inginku dia terluka
bahkan oleh senyumku sendiri
telah kurangkai simpul
telah kubungkus seikat senyum yang tertuang dalam telaga
saat petuah menempel pada butir-butir cemburu
yang kau hadiahkan untukku
kuiris tipis keju di hatiku
bergumul dengan tulang-tulang daun kemuning itu
Sayang, aku ingin merajam malam agar mentari dan bulan bisa bersetubuh
di lembah yang tertuang nama kita
ya, hanya nama kita
tak ada yang lain
tak ada padi atau kemangi
tak ada duku atau mengkudu
tak ada kekasihmu, hanya kau dan aku
seperti saat aku menyusun rindu
saat kau memunguti kisah yang berserakan
di lemari
di kolong resah
di meja penuh cinta
bahkan aku pun tak tahu
ternyata melati cemburu
pada kelelawar pemberi penawar
sebuah tungku berisi altar sejarah masa senja
usia semakin renta
tak inginku dia terluka
bahkan oleh senyumku sendiri
Kamar, 30 Desember
2009 3.40 am.
*) Angga Priandi, seorang buruh pendidik
di Surabaya. Penikmat Sastra Alienasi Rumput Berbasis Independen (SARBI). Saat
ini sedang mempersiapkan Chika The Series
sebagai satu terbitan utuh.
Dimuat lembar sastra SARBI edisi 2, Oktober 2010
4 comments:
wah, puisinya kerennnn....qiqiqiqi
terima kasih telah berkomentar dan berapresiasi. Redaksi Sarbi
Wah, komentarnya mana lagi yaa...
Wah, komentarnya mana lagi yaa...
Post a Comment