Ilustrasi oleh Ferdi Afrar untuk SARBI
Pitoe Petex Cilik
Terpontang panting mereka
di ketidakpantasan usia
di ketidakpantasan usia
Terbawa, akan ketidaksempurnaan
keadaan
Di mana yang dewasa melangkah
dengan gagah; Merebut yang
mereka punya
Merampas paksa
Hak-hak yang mereka damba
Terpontang panting mereka
dengan cambuk tawa
di tangan penguasa
Terdiam mereka…
dengan kepasrahan dalam ketidakadilan
Tercekik mereka…
oleh tali kemiskinan
Sayatan Sayatan Tajam
Burung nuri itu tertawa
ngakak
Akan nasib kita
Di mana luka-luka itu
buramkan mata
Dan menyeret-nyeret nyawa
yang masih
tengkurap lemah
Mimpiku sirna
Hanya ada tawa renyah
sang penguasa
Nyawaku, arwahku merajuk
dan menari
Mencari belatung-belatung
yang masih
Terkurung dalam kebebasan
tak pasti
Mencari jawab atas arti
Kebebasan dan kemerdekaan
Prolog Bumi Koe
Penantian ini seakan
tiada arti
Setelah sekian lama
menunggu
Darahku tetap saja beku
Hanya mencekik dan
berteriak
Tetes
demi tetes
Mengguyur
jalan setapak
…menjadi
lautan nanah
Darahku
ingin berontak
namun
suaraku, hanya sampai
di
ujung-ujung jeruji tak bergerak
air mata
memukul dan berteriak…
berontak!!
Dengan wadah letih dan amarah
Gejolak
Tawa
itu…
Tawa itu…
Makin
kencang terdengar
Makin
lantang membisingkan
Aku,
darahku, dan air mataku
Hanya diam dalam laku
Dan
bisu
*) Nur Chasanah, seorang penikmat sastra. Saat
ini
tinggal di Jombang. Puisi-puisinya pernah tergabung
dalam antologi Eksekusi Kata (SR’04, 2006)
tinggal di Jombang. Puisi-puisinya pernah tergabung
dalam antologi Eksekusi Kata (SR’04, 2006)
Dimuat lembar sastra
SARBI edisi 2, Oktober 2010
0 comments:
Post a Comment