Blogroll

Saturday, January 18, 2014

Sejarah Terus Berulang, Hanya Pelakunya Berbeda

 photo T07454_10_zpsf9c5a85f.jpg
Artists: Jake Chapman (born 1966) & Dinos Chapman (born 1962) 
Title: Disasters of War, Date 1993 | Medium: Plastic, polyester resin, synthetic fibres, wood and guitar strings | Dimensionsdisplayed: 1300 x 2000 x 2000 mm | Collection: Tate 

Esai Arfan Fathoni*

Ya. Itulah kutipan yang cukup terngiang dalam otak saya saat melihat pementasan Putu Wijaya di acara Reuni Emas JBSI Unesa sekitar dua tahun lalu. Sekejap, saya jadi teringat tentang kisah Kerajaan-keraajan yang ada di Indonesia. Ternyata, sejarah di tanah air ini tak lebih dari sejarah penghancuran. Sebut saja yang paling fenomenal Kerajaan Majapahit. Kebesaran Majapahit tak lebih dari keberhasilan kerajaan tersebut menguasai(menghancurkan) kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara. Hal itu pun berulang ketika Majapahit Runtuh. Tak satu pun dari sisa kejayaannya yang tersisa. Pun yang ada hanya puing-puing yang coba untuk direvitalisasi kembali.

Suatu ketika ada sebuah ramalan (maaf penulis lupa ramalan siapa) yang menyebutkan jika yang akan manjadi raja-raja di Tanah Jawa adalah keturunan dari Ken Dedes. Akhirnya ramalan tersebut terjadi. Ken Dedes diperistri Tunggul Ametung dan akhirnya Tunggul Ametung sendiri mati di tangan Ken Arok dengan senjata keris Mpu Gandring. Ken Arok pun bertahta jadi raja Singosari. Namun, kutukan keris Mpu Gandring juga membunuh Ken Arok.

Terus apa hubungannya dengan Indonesia? Runtuhnya rezim (era) kita tak lebih karena kasus-kasus, sebut saja korupsi. Selain karena terjadi Pemberontakan G30S PKI, era Soekarno tidak lebih dari era yang korup. Rakyat susah sedang para pejabat makan enak. Orde ini lantas tumbang oleh Orde baru yang menjanjikan kesejahteraan. Namun sekali lagi ,Orde Baru juga runtuh oleh hal serupa, tapi dengan kondisi yang berbeda. Selanjutnya, hadir Habibie yang sedikit lain tapi tetap tumbang. Dilanjut oleh era Gus Dur yang juga harus lengser karena kasus Brunei gate. Megawati yang masih keturunan Soekarno juga harus kalah dalam pemilu karena kasus penjualan Indosat dan korupsi kroni-kroninya yang mayoritas saat ini sudah masuk penjara. Dan saat era Susilo Bambang Yudhoyono yang dalam iklan kampanyenya selalu berkata "KATAKAN TIDAK PADA KORUPSI," ternyata hanya iklan retorika dalam kampanye belaka.

Kembali ke masalah tumbangnya rezim per rezim, saya mencoba mengambil istilah Budiman Soedjatmiko. Budiman menandaskan bahwa tumbangnya rezim demi rezim saat ini tak lebih dari "Kutukan Keris Mpu Gandring" di mana rezim yang berkuasa harus tumbang dengan senjata sama yang dipakai untuk menumbangkan rezim sebelumnya.

Kasus Nazarudin
Kenapa saya bersepakat dengan "Kutukan Keris Mpu Gandring?" Bagaimana tidak, saat Soekarno didakwa korup, ia segera ditumbangkan oleh kekuatan pemuda. Ternyata pengganti Soekarno justru lebih korup. Seolah deja vu, Jenderal Besar Soeharto juga harus tumbang oleh kekuatan pemuda seperti Anas Urbaningrum (Ketua PB HMI), Dita Indah Sari (PRD) dan pemuda lainnya. Yang menarik, saat ini kedua orang yang saya sebut sedang dekat dengan kekuasaan. Anas pernah menjadi ketua partai pemenang pemilu, sedangkan Dita saat ini menjadi Staf Khusus kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pun pelengseran Anas dari kursi ketua umum Partai Demokrat karena namanya disebut oleh Nazarudin sebagai penerima uang APBN untuk pemenangan dirinya pada pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat.

Ah kok semakin melebar? Kembali ke masalah "Kutukan Keris Mpu Gandring," jika memang terbukti Anas dkk menerima APBN, kutukan itu sekali lagi bakal terbukti. Penumbang kekuasaan juga tumbang oleh sesuatu yang sama digunakan menumbangkan Status Quo.

Jadi, tidak salah kiranya apa yang diungkapkan Putu Wijaya pada monolognya perihal Sejarah Pasti Berulang, Hanya Pelakunya yang berbeda. Salam!


* Arfan Fathoni, penikmat dan pengamat politik, seni, budaya, dan sastra.
   Sekarang menjadi pemimpin Lembar SARBI
 

0 comments:

Post a Comment

Anda Pengunjung ke

SARBI

Tentang Kami

Sastra Alienasi Rumput Berbasis Independen (SARBI) adalah kelompok diskusi yang bergiat mendiskusikan perihal isu sastra, seni, dan kebudayaan terkini dengan mengambil sudut pandang alternatif. Selain itu, SARBI juga banyak menggali pemikiran tradisi negeri sendiri dan konsepsi mancanegara yang diharapkan dapat bersinergi sehingga menghasilkan pandangan kontemporer yang segar. Untuk membuktikan perihal tersebut, kami melahirkan lembar SARBI untuk ikut menghiasi keriuhan dunia sastra, seni, dan budaya serta berharap dapat menjadi oase untuk memenuhi dahaga kita •

Redaksi

Pemimpin Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Penata Artistik

Tinggalkan Pesan

Dokumen Post