Agam Wispi adalah salah
satu sastrawan Lekra terkemuka selain Pramoedya Ananta Toer. Penyair ini
meninggal pada tahun 2003 lalu di sebuah panti jompo di Amsterdam. Berikut dua
puisinya yang dipetik dari situs www.marxist.org
Surabaja
tiap kita djumpa
surabaja
aku selalu remadja
gembira kepada kerdja
pasti kepada harapan
surabaja
laut dan kota
rata
surabaja bau keringat
bau kerdja
ketegarannja harum semerbak
dan malamnja malam bertjinta
deritanja
terisak-isak
dalam dengus napas
darah bergelora
tjemara bersiut
meliut semampai
wilo merunduk
merenung sungai
besok ke laut
dia akan sampai
tapi ini!
malam pelaut
buih hidup
jang menggapai!
surabaja
lebih remadja
dalam bantingan usia
kutjinta surabaja
sebab dia kota kelasi
kurindukan surabaja
sebab trem berlari-lari
(djakarta? Term diganti impala!)
kusukai surabaja
sebab betja dan taman
ditepi kali
kubanggakan surabaja
sebab dia kota berani
kusenangi surabaja
sebab kedjantanan bernjanji
kepahlawanan bergolak
dari kantjah-kantjah jang
menggelegak
dan tahun-tahun kenangan
jang diwariskan
mogok pertama
buruh kereta api
zeven provincien
buruh pelabuhan dan pelaut
bersatu hari
disiram hudjan peluru
dan dentjing belenggu
rantai besi, bendera pertama
internasionalisme proletar
dipantjangkan
proklamasi ? sitiga-warna
diturunkan
dan dalam pelukan sang saka
dipandjatkan kepuntjak perlawanan
kemudian
diantara serpihan bom
jang mengojak
dan kota jang terbakar
terbakarlah semangat pertempuran
njalanja
tak terpadamkan
hingga kini
nanti
dan kapanpun
njalanja panas menempa
badja kemerdekaan
badja kehidupan
ketika kita tidak lagi bertanja
pilih njala atau pilih badjanja?
dan kita merebut
kedua-duanja!
djauh mengatasi segala
pekik pilu dan djerit sendu
ratapan kehilangan dan erang
kesakitan
adalah bagai ibu jang melahirkan
baji
jang kemudian memeluk dan
menjusui
serta mengusap-usapnja dengan
kesajangan kebahagiaan
disitu Hari Pahlawan
dilahirkan
kko pesiar
menunggu trotoar
kelasi-kelasi
melambaikan dasi
jang bernama “kesenangan”
memperpandjang umurnja
maka itu djadi terlambat
tapi bus dan truk tidak menunggu
ajo, pulang djalan kaki!
tjinta sudah ketinggalan
ditembok-tembok kota
o, ketika kapal merapat lego
djangkar
pelabuhan mengulurkan tangannja
dan lampu kota mengerdipkan
matanja
dan bus-bus kadet menderu
megah
dan di tundjungan sikadet
melangkah
gagah
putih-putih
dan gadisnja dua
jang satu pedang jang satu wanita
dan si gadis punja mata kedjut
pelita
dan si pedang punja mata gelegak
darah mudah
si kadet djua permata dari lautan
bukan main!
namun adakah permata berkilau
tanpa sebersit tjahja mentjekau?
dan tiadalah angkatan perang
tak bertulang-punggung
kukuh
merekalah
kelasi dan pradjurit
darat laut udara
polisi
milisia dari rakjat pekerdja
tangan-tangan badja jang keras
menghentam
tidak perduli bom nuklir
tapi tangan!
tangan jang menentukan
jang menghajunkan pedang
kemenangan
selama di djantungnja
debur-mendebur
gelora repolusi
mengabdi rakjat pekerdja
sokoguru
buruh
tani
matahari tenggelam
di djembatan wonokromo
surabaja berdandan
bagi malam berdesau
tjemara
tjadar kota
jang disingkapkan
surabaja
napas merdeka
jang dipertaruhkan
pahlawan-pahlawan lahir
pada djamannja dan diukur
oleh pengabdiannja
kepada rakjat
dan hari depannja
djaman lampaupun berlalu
djaman baru datang
melahirkan pahlawan baru
namun pahlawan sebenarnja
hanja tumbuh dalam lumpur dan
debu
pembesar-pembesar boleh bermatian
orang-orang besar boleh
berlahiran
tenaga segar dari kepahlawanan
djuga sekarang
djika muda-mudi berperasaan
merasakan hidup sampai ke tulang-sumsumnja
dan jang tua-tua teguh
membatu karang oleh hempasan
gelora
merekalah orangnja
dan kebanjakannja
tak bernama
merekalah petani jang dirampas
tanahnja
kembali merebutnja dari
setan-setan desa
mereka jang berdjuang membebaskan
dirinja
dari belenggu perbudakan tanah
dan buruh-buruh pelabuhan buruh
pabrik
jang beruntun-rutun pagi hari
berkilat-kilat oleh keringat
dan hitam oleh matahari
pengangkut pasir jang menunggu
perahu menghajut ke gunung sari
betja jang berkerumun di lubuk
djalanraya
kko – kelasi – pradjurit
jang ingat kepada asalnja
pegawai-pegawai jang sadar kepada
klasnja
(bukan pemabok “karyawan jang
mengingkari “makan-gadji”)
si miskin-kota jang kehilangan
desanja
dan mengisi sudut-sudut gelap
kota
dengan kerdap-kerdip pelita
petani-petani jang dirampok
panennja
dan tepat menghidjaukan bumi,
memerahkan tanah
pemuda peladjar mahasiswa jang
membakar buku USIS*
dan mengusir setan-setan ilmu
dari amerika imperialis
untuk mematahkan belenggu
kebodohan
ratjun kemerdekaan jang
berbungkus kenikmatan hampa
dan surabaja
berderap dalam tempik-sorak
meski bau tengik dan sarang
malaria
sama banjak njamuk dan lalat
dimana saja
tunggu! suatu hari pernjataan
perang
djuga kepadamu!
disini ketegaran berkata
sederhana
keras dan langsung kehulu-hatimu
jang sudah mati, ja sudah!
jang hidup sekarang, menjiapkan
repolusi
dimana masing-masing beri djanji
merdeka atau mati!
bagi keringat kaum buruh
bagi tanah-tanah petani
bagi kepertjajaan kepada harapan
MANUSIA
ja, sekarang kita bertanja
sudahkan tanah bagi petani?
sudahkan keringat bagi kaum
buruh?
jang sudah – sedikit!
jang belum – banjak!
menteri-menteri tetaplah turun
naik
jang belum, kepingin djadi
menterei
jang djelek, tak mau turun
jang baik, masih di podium
dan rakjat tetap menuntut:
kabinet nasakom!
dan kabir-kabir main sunglap
dengan peluru, wang, dan senjum
dengan tuantanah dan imperialis?
seketurunan! satu medja-makan dan
sama-sama minum dan pemimpin-pemimpin munafik menghamburkan budi ikut berteriak
“ganjang malaysia! Berdiri di atas kaki sendiri!”
kemak-kemik pantjasila, manipol,
djarek, sukarnoisme
tapi main mata dengan modal
monopoli
gudang ratjun komunisto-phobi
buruh phobi
tani phobi
partai phobi
imperialisme amerika? Tunggu
dulu!
dan sardjana-sardjana
membalik-balik bukunja
tapi tak mengenal aspirasi
tanahairnya sendiri
dan seniman memabokkan diri
dengan kepuasan murah
tak tahu kemelaratan dan
kebangkitan rakjatnja sendiri
dan politikus mentjatut teori
dengan “ala indonesia”
munafik-munafik ini mau melupakan
sumbangan dunia
kepada sedjarah dan perdjuangan
klas
sungguh, kekerdilan yang
memalukan dan hina
adalah mereka jang mau menutup
laut dengan telapak tangannja
laut daripada kebenaran
perdjuangan klas
o, sudahkah keringat bagi kaum
buruh?
sudahkah tanah bagi kaum tani?
jang menggarap!
jang menggarap!
jang menggarap!
betapa berbelit-belit
plintat-plintut
tapi adakah jang lebih tegas dari
kebenaran?
sebab dia tak dapat digeser dari
relnja repolusi?
abad-abad telah menjumbangkan
lokomotip-lokomotip raksasa
jang menderu kentjang menembus
belantara kegelapan
dengan perdjuangan klas dan
repolusi
dengan marx, engels, dan lenin
dengan mau tje-tung, bung karno,
dan aidit
dengan diri sendiri; rakjat
tertindas
antara sabang dan sukarna-pura
di seluruh dunia dimana sadja
o, djanganlah hanja membaca
hurup-hurup
tapi tak menangkap hakekat dan
arti
o, djanganlah sungai lupa kepada
laut
dan kemerdekaan tinggal abu tanpa
api
sebab kami
surabaja
sudah banjak mati
sebab kepahlawanan sehari-hari
tidak pada jang sudah mati
berkata pemimpin besar repolusi
djaman ini djaman konfrontasi
pemimpin tengahan bitjara lain
lagi
katanja: perdamaian universil dan
konsepsi
dan perdamaian djadilah dewi
ketjantikan
dan pedang kemerdekaan
ditumpulkan
maka konsepsipun berlahiran
diatas kertas
dan kertas-kertas berhamburan
setjepat inflasi
mereka jang bekerdja dilaparkan
oleh djandji
mereka jang malas berpikir tanpa
batas
jang tak tahu ekonomi politik
mau bikin ekonomi politik
maka begitu naik djadi menteri
harga beras melambung tinggi
maka berkatalah rakjat suatu hari
bisa sekarang bisa nanti
stop!
mau konsepsi apa lagi?
kami sudah banting kemudi ke
u.u.d empatlima
kami sudah bikin manipol dan
nasakom
land reform dan dekon
ajo, konfrontasi
melawan tudjuh setan-desa
imperialis amerika
atau
sebelum roda ini melindas
minggir!
kami mau repolusi
kami mau buku dan pedang ditangan
kami mau tanah dan bedil
dibidikkan
kami mau palu dan meriam
didentumkan
kami mau pukat dan kapal-selam
berkeliaran
kami mau indonesia dan rakjatnya
jang gesit berlawan
bagi repolusinya dan bagi
dunianya
bagi dunia dan bagi repolusinya
dan surabaja
senatiasa remadja
dalam bantingan usia
berdjuang
beladjar
kerdja
kutjinta surabaja
dia kota kelasi
kurindukan surabaja
sebab trem berlari-lari
kusukai surabaja
betja dan taman ditepi kali
kubanggakan surabaja
kota berani mati
kusenangi surabaja
kedjantanan jang bernjanji
surabaja
menghadang pukulan
menghantam
bertubi-tubi
disini tjemara bersiut
meliuk semampai
dan wilo merunduk
merenung sungai
kelasi, djika besok kelaut
djangan lupa kepada pantai
Keterangan: *USIS adalah
United States Information Service, aparatus propagandanya Amerika Serikat untuk
mengedepankan kepentingan nasionalnya ke negara-negara asing.
Dia
jang lahir dalam kantjah perdjuangan*
dia jang lahir dalam kantjah
perdjuangan
kini sudah besar dan mendjadi
dewasa;
dia jang dibesarkan dalam dadung
pertempuran
beribu-ribu gugur, namun berdjuta
mengangkat pandjinja.
orang-orang munafik dan kerdil
pikiran sia-sia mengintip rahasia:
mengapa sedjarah berpihak kepada
klas jang paling muda?
mengapa komunisme kian merata,
terudji, dan ditjinta?
dan bagi rakyat pekerdja,
pedjuang proletariat ubanan tetap remadja?
siang bertukar malam dan malam
berganti pagi
ribuan tahun manusia terbenam di
lumpur perbudakan
dan di kegelapan pikiran itu marx
dan engels memertjikkan api
dan di tiap negeri
berkumandanglah lagu kebangkitan.
seorang egom mati di
tiang-gantungan
seorang aliarcham tewas di
tanah-buangan;
generasi baru datang, beladjar
tentang keberanian dan kearifan
satu demi satu musuh dikalahkan
dan satu demi satu direbut kemenangan.
marxisme-leninisme menemap
perdjuangan kelas
dan perdjuangan klas menjemai
marxisme-leninisme;
o, repolusi tjermelang, jang
sedang disiapkan nasion-nasion tertindas
dalam abad ini djuga kita
punahkan imperialisme.
pada hari ke-empat-puluh-lima
dia sudah besar dan dewasa;
diutjapkan atau tidak, rakyat
pekerdja menjebut namanja
sederhana dan terang: Partai
Komunis Indonesia
*Judul diambil dari baris
pertama. Puisi ini sebenarnya tak berjudul.
Sumber: www.marxist.org
/Redaktur
SARBI: Dody Kristianto
0 comments:
Post a Comment