Blogroll

Monday, April 15, 2013

Puisi Dody Kristianto, Koran Tempo, 10 Maret 2013

 photo _MG_0113copy-1_zps533297ab.jpg

Memendam Jawara


Bila hanya menanam tubuhku, maka tanamlah.
Tapi jangan dengan cara sekadar.
Bila hanya itu dayamu, sungguh urungkan saja.

Aku selalu berjarak dari malam keramat.
Bila kau percaya akan hujan
serupa petarung pertama yang menyerang
maka kubur aku dengan kesempurnaan.

Dengan mengingat kepala
yang terpisah dari badan.

Jangan pernah mengenangku
serupa orang tamat, jangan menumpahkan darah
seolah kau petarung sempurna, jangan.

Yang kau pendam ini tak benar mati.
Aku menunggu saat diingatkan kilat yang nyasar,
dibangunkan dari tidur sementara.

Tentu keliru jika kau memendam
dengan tingkah yang benar sekadar.

(2012)

Kelihaian Tubuh Api

Perihal melayang yang kubilang sedang saja. Masih yakinkah kau bertentang memakai ilmu terbang?

Aku ingin mengulik semua yang tak kau sentuh. Dengan langgamku lamat lagi pelan, dengan tingkahku perlahan namun tenang.

Kuimpikan anasir gerak benar terpancang. Pada langkah pertama, pada ancang awalan, pada tendang terarah.

Ketahuilah, harus jeli aku mendaras kitab matahari. Agar panas itu berumah sempurna dan pukulku yang lepas susah dihempas.

Bila tiba pedih itu mendera badan, ingin aku nyatakan tubuhku tabah dirubung api.

Dan tak akan mudah segala kelewang bermadah di hadap dada, “membukalah, menguaklah yang diselubung pangkal angin, perlihatkan jantung dingin yang mesti lepas dan tumpas.”

Jika sudah tak mempan segala yang tajam bersarang, masihkah kau percaya pada ilmu terbang?

(2012)



Membalik Cakaran

Langkah yang salah, sebab cakaran telah bertandang
dan meninggalkan tanda. Tapi jangan bergeming
dan menunggu hingga terpinggir. Kau mengerti
bila amukannya belum benar reda. Segeralah kembali
pada langkah pertama, kuda-kuda semula
hingga mendekati serangannya tiba. Tahan.
Tunggu ia dekatkan hunjam tikam selanjutnya.
Bertabahlah. Berdiamlah bagai yang tak gentar
dengan gempuran pedang. Hanya yang tenang
yang akan mengingat gerak mengelak cakaran.
Jangan gegabah membikinnya terjotos. Jangan.
Ia yang membantai seratus jawara tentu menyimpan
satu tonjokan untukmu. Takkan ia keluarkan
beragam jurus hingga ancang bertahanmu benar terbuka.
Bila demikian, sia-sialah kau mengingat jurus-jurus awal,
yang benar kau ancang untuk petarung tak terkalahkan ini.
Sungguh jangan menuruti langkah gegabah. Bisa saja
kau serupa petarung tanggung yang mudah diredam olehnya.

(2012)




0 comments:

Post a Comment

Anda Pengunjung ke

SARBI

Tentang Kami

Sastra Alienasi Rumput Berbasis Independen (SARBI) adalah kelompok diskusi yang bergiat mendiskusikan perihal isu sastra, seni, dan kebudayaan terkini dengan mengambil sudut pandang alternatif. Selain itu, SARBI juga banyak menggali pemikiran tradisi negeri sendiri dan konsepsi mancanegara yang diharapkan dapat bersinergi sehingga menghasilkan pandangan kontemporer yang segar. Untuk membuktikan perihal tersebut, kami melahirkan lembar SARBI untuk ikut menghiasi keriuhan dunia sastra, seni, dan budaya serta berharap dapat menjadi oase untuk memenuhi dahaga kita •

Redaksi

Pemimpin Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Penata Artistik

Tinggalkan Pesan

Dokumen Post