Artist Fernand Léger (1881‑1955) | Title ABC | Date 1927 | Medium Gouache on paper Dimensions support: 194 x 278 mm frame: 410 x 503 x 20 mm | Collection Tate
Esai Hafi Zha
Seandainya saja HB Jassin
dihidupkan kembali, pasti dia akan memilih untuk mati lagi. Melihat begitu
bertebarannya karya sastra baik di media cetak, maupun di media internet, HB
Jassin pasti akan segera mengatakan “Kuburkan aku kembali.”
Teeuw pernah menyebut HB
Jassin sebagai penjaga sastra Indonesia. Siapa yang berani meragukan sumbangsih
sang Paus Sastra itu? Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin adalah warisan
takterbantahkan bagi dunia sastra Indonesia. Siapa yang mampu menggantikannya saat
ini?
Di masa sekarang perkembangan
dunia tulis menulis sangatlah pesat. Sarana publikasi, baik media cetak maupun
internet bisa dimanfaatkan untuk mempublikasi karya. Maka tidak heran jika
banyak penulis-penulis baru lahir tanpa bisa dibendung. Mereka membawa berbagai
macam cerita dengan bermacam aliran. Semuanya memberi warna dalam perjalanan
dunia tulis menulis sastra kita.
Geliat para penulis ini pun
diikuti dengan tumbuhnya komunitas-komunitas penulis. Menulis tak lagi sekadar
mencurahkan isi hati dan pikiran atau memberikan hiburan. Akan tetapi lebih
dari itu, mencoba mengusik pembacanya untuk bercermin diri. Merasakan dan
menghayati. Sebuah perkumpulan menjadi sebuah wadah untuk berbagi ilmu,
bertukar pikiran, dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan satu idealisme.
Forum Lingkar Pena (FLP)
merupakan salah satu komunitas penulis yang terbesar di negeri ini. Memiliki
banyak anggota yang tersebar di berbagai negara. FLP seperti oase di tengah
gersangnya bacaan yang humanis dan agamis. Dalam hitungan waktu yang singkat,
FLP mampu menelurkan banyak penulis. Karya-karya para penulisnya tersebar di
berbagai media.
Namun, sangat disayangkan
karena kelahiran penulis FLP tak diikuti dengan lahirnya seorang HB Jassin.
Karya-karya yang ditelurkan menguap entah ke mana. Dengan kata lain, tak ada
apresiasi atau kritik terhadap karya-karya tersebut. Padahal, jika saja sebuah
karya dikupas tuntas, diapresiasi, ataupun dikritik, tentu akan sangat membantu
penulisnya untuk berkembang. Dan secara tidak langsung akan mendorong penulis
yang lain untuk berkarya lebih baik lagi. Menjadi sebuah kebanggaan tersendiri
bagi seorang penulis bila karyanya diapresiasi oleh seorang ahli sastra.
Ketiadaan seorang yang
mengambil peran sebagai kritikus dalam organisasi membuat FLP berjalan di
tempat. Tidak bisa disebut mengalami kemunduran. Tapi juga tidak bisa dibilang
mengalami kemajuan. Anggotanya tetap ada, dan mungkin terus bertambah. Para
penulisnya masih berkarya, walau kadang orang luar hanya mengetahui nama-nama
penulis yang “itu-itu” lagi.
----------------------------------------------
NB : Ketika iseng browsing di internet, kami tiba-tiba menemu esai
ini. Mungkin, membincang eksistensi FLP masih cukup menarik. Selain memang
dikenal sebagai komunitas dengan jumlah anggota yang cukup besar, karya-karya
anggota FLP jelas bejibun. Namun, seperti disoroti oleh penulis esai, masih
belum ada kritik yang menyoroti karya-karya FLP yang luar biasa melimpah ini.
Esai ini diambil dari blog www.rumahkata-hafizha.blogspot.com. Link :
http://rumahkata-hafizha.blogspot.com/2012/02/dicari-hb-jassin-untuk-forum-lingkar.html
FLP bukan tidak memiliki
orang-orang sekualitas H.B. Jassin. Helvy Tiana Rosa dan M. Irfan Hidayatullah
hanyalah salahdua dari orang-orang itu. Selain sebagai dosen sastra, mereka
juga tercatat sebagai kandidat doktor di perguruan tinggi negeri terkemuka.
Andai saja keduanya mau mengambil peran yang dahulu dimainkan oleh H.B. Jassin,
tentu saja FLP akan menjadi organisasi yang terkemuka. Dunia apresiasi di FLP akan
hidup. Upaya itu memang sudah mulai dirintis oleh Wildan Nugraha dan diharapkan
diikuti oleh para akademisi yang tentunya suara mereka dibutuhkan untuk
mengadvokasi karya para anggota, seperti yang dulu pernah dilakukan H.B. Jassin
terhadap karya-karya Chairil Anwar.
Dunia sastra saat ini memang
berbeda dengan zaman H.B. Jassin. Oleh sebab itu, tugas kritik sastra yang
dahulu banyak dimainkan Jassin, bisa mulai dilakukan di komunitas-komunitas.
Selain itu, usaha pendokumentasian karya-karya anggota FLP perlu dilakukan
sebagai upaya menegakkan benang merah sejarah. Seandainya upaya ini dilakukan
dengan sangat serius, bukan takmungkin, gaung FLP tidak hanya terdengar di
dalam negeri, tetapi juga di mancanegara. Kami percaya.
Redaktur SARBI: Dody Kristianto
0 comments:
Post a Comment