Blogroll

Thursday, August 9, 2012

Sajak -Sajak Dadang Yudiantoro


Photobucket

Ilustrasi oleh Dina Prastyawan untuk SARBI

Sajak - Sajak Dadang Yudiantoro*

Ketika sajak tak bertuan

sajakku meraung diatas telaga meraup dan mencium bau anyir......
tepat saat bayang-bayang memelototi tuannya, dub-dub jantung bersenandung nyanyian padang pasir seperti memanggil-manggil orang untuk berhenti sejenak mencium tanah dengan alasnya.... mantra-mantra para pujangga keluar tanpa tuannya. tuan tanpa segan lupa tanpa alasan hanya karna dia diatas alasnya..... “oh alas itukah yang kau banggakan” , kata sandalnya..... “bukan, mungkin karena tuan lupa tuannya”, bela kaki..... “kalau kau dengar maka tak kau lihat sandal, “kata kaki menjatuhkan sandal untuk diinjaknya.... sajakku tak bertuan hinggap di terubus alang-alang, selamat datang kawan selamat datang dimana kau tak kan pernah menemukan tuan untuk dirimu karna tuan yang cari ada pada diri.... walau kau bedakan serumit apapun tak kan kau temukan, bahkan kau tak mengenal siapa dirimu. maka berhentilah memikirkan tuanmu.....



Tenggelamnya syair-syair air…

syair-syairku mulai mati terkulai lemas di tanah lapang. saat itu matanya berair jatuh berlinang di dedaunan pagi. Dia coba menangkap beberapa air yang jatuh namun hingga saat itu gravitasi masih menang. “Newton berapa besar gravitasi yang harus aku lawan saat berhadapan dengan air jatuh agar tak jatuh dan menjadi lusuh?” tanya dia. Newton hanya diam, lalu cicak pun terheran-heran melihat dia kebingungan menangkap air "cek...cek....cek". Esok pagi air pun mulai berair di dalam air, kadang menggumpal dan jadi cair.....
si dia menghitung satu, dua, tiga.... masih tak menemukan jawaban beda cair berair dan air..... dia tak sadar airku mencair didalam air menjadi butir-butir yang tersortir. hingga kini dia tak bisa melihat air di dalam air...

Syir berdarah

semakin kalut dan hanyut dalam lumut kering...
seolah bantai mata mengukir dirinya di garis-garis pasir....
semoga tak lupa gelap gelombang di mata warna....
syair-syair'ku berdarah di dahinya, bertanya mata dunia....
lidahnya membengkok memutar kata....
kata itu pelik hingga hidungnya bengkok dan telinganya tuli.....
tentang keindahan.
keindahan mata dunia yang kau tanya.....

racun

Aku-lah
kumpulan darah
yang tercecer
yang membius sunyi
dari rasa sepi.

candu

Wanita itu seperti wewangian anggur surga
yang memabukkan
dan akulah yang kan selalu meminumnya
segelas demi segelas untuk tetap hidup

kidung pamungkas

Pendulum kematian
Aku sepertimu sebelum kau
Berwujud satu sebelum dua
Jika kau tau kenapa
Katakan
             Tiupkan
                            Gerakkan
Maka kubedakan dan kutunjukkan
Mana wangi dan rasa bunga
Dengar dan rasakan
Tinggal satu bulan purnama
Kartika wiwaha
Memanah arjuna
                                  Ting
                            Wing teng
                          Tong     tong
                     Hoooooooooooong


* Pelaku kebatinan, pernah menganggit Buletin Gerilya semasa kuliah. 
Saat ini tinggal di Blitar.

Dimuat lembar sastra SARBI edisi 2, Oktober 2010







0 comments:

Post a Comment

Anda Pengunjung ke

SARBI

Tentang Kami

Sastra Alienasi Rumput Berbasis Independen (SARBI) adalah kelompok diskusi yang bergiat mendiskusikan perihal isu sastra, seni, dan kebudayaan terkini dengan mengambil sudut pandang alternatif. Selain itu, SARBI juga banyak menggali pemikiran tradisi negeri sendiri dan konsepsi mancanegara yang diharapkan dapat bersinergi sehingga menghasilkan pandangan kontemporer yang segar. Untuk membuktikan perihal tersebut, kami melahirkan lembar SARBI untuk ikut menghiasi keriuhan dunia sastra, seni, dan budaya serta berharap dapat menjadi oase untuk memenuhi dahaga kita •

Redaksi

Pemimpin Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Penata Artistik

Tinggalkan Pesan

Dokumen Post