Blogroll

Sunday, May 19, 2013

Aforisme Phytagoras

 photo AforismePhytagorascopy_zps099f9981.jpg
Ilustrasi Oleh Reza Maulana untuk SARBI

-Oleh Diekey LaliJiwo-


Kuantitas forum diskusi malam itu memang agak renggang, beda halnya dengan kalkulasi antusias forum diskusi lainnya. Walaupun memang terkesan lebih sunyi, akan tetapi ada kegaduhan tersendiri dalam masing-masing alam pikiran kami. Awalnya memang agak lucu, ketika kami mengundang beberapa kawan. Mereka menyangka pembahasan tentang Pythagoras beserta refleksinya, hanya akan sharing seputar serangkaian pelajaran masa lampau tentang rumus matematika. Pada akhirnya kami hanya bisa saling memaklumi bila filsafat yang akan kita pelajari dalam “ngupil” malam ini hanyalah renik terkecil dari kebesaran ilmu itu.
Suasana di luar ruangan dingin, aroma  tanah basah berpelukan mesra dengan musikalisasi gerimis yang selalu setia mengiringi ngerumpi perihal filsuf alam malam itu. Di awal suasana forum terkesan beku, kemudian kita menyepakati untuk meraba abad sebelum masehi itu dari sisi sejarah ruang hidup Pythagoras.
Ngerumpi diawali percikan tentang Samos yang merupakan suatu negara saingan dagang Miletus. Samos di pimpin oleh Polycrates, seorang bandit tua penguasa lautan. Bajak laut tersebut sedikit merasa beruntung, ketika pada akhirnya Miletus berhasil ditaklukan oleh Persia. Namun, karena ketakutannya akan serangan dari Persia. Polycrates mencoba bersekutu dengan Amasis raja mesir. Ternyata si Cambysses raja Persia itu malah mengirim seluruh kekuatan bala tentaranya untuk menghancurkan Mesir. Maka, munculah siasat dari Polycrates untuk berpindah kubu. Akhirnya Polycrates ikut-ikutan mengirim bala tentaranya untuk menyerang Mesir. Pascakejadian penyerangan itu, seorang penguasa Persia di Sardes mengatakan pada Polycrates bahwa ia akan memberontak pada maharaja dan akan memberi imbalan seandainya Polycrates ikut membantunya. Karena kerakusan Polycrates pada harta, dia akhirnya pergi ke Persia untuk merundingkan hal itu yang ternyata justru mengakibatkan Polycrates ditangkap dan disalib.
Menurut Betrand Russel, Pythagoras sudah hidup di samos kira-kira pada tahun 532 SM. Ada dua versi tentang asal-usul Pythagoras. Ada yang mengatakan jika dia adalah anak seorang terkemuka bernama Mnesarchos dan ada pula kalangan lain yang mengatakan bahwa dia adalah anak Dewa Apollo yaitu seorang dewa tertampan.
Pythagoras tidak menyukai sistem pemerintahan Polycrates. Hingga Pythagoras berupaya pindah ke Mesir. Tapi entah bagaimana caranya pada akhirnya dia melakukan perpindahan lagi ke Croton. Nah, di Croton itulah dia mendirikan suatu perkumpulan agama. Perkumpulan tersebut dengan cepat dapat mempengaruhi Croton. Namun, pada akhirnya malah warga Croton lebih banyak yang tidak menyukainya. Kemudian Pythagoras berpindah lagi ke Metapontion, tempat di mana kelak dia akan mati. Ajarannya berkembang pesat di sana. Awal mula Pythagoras menyebarkan ajaran tentang perpindahan jiwa. Bagi Pythagoras, tak ada kematian bagi setiap jiwa, ketika kematian tubuh tiba maka yang terjadi ialah mekanisme kelahiran kembali lewat jenis makhluk hidup lain, maka tak ada yang dilahirkan dalam keadaan yang sepenuhnya baru. Maka, selain mendengungkan ajaran pada kaumnya, ia kerap kali ikut mengkutbahi hewan. Mengenai ajarannya ini Xenophanes seorang filsuf setelahnya mengejeknya. Ketika Pythagoras bertemu dengan seseorang yang akan membunuh anjing, Pythagoras menghampirinya dan menyatakan jangan membunuh anjing itu. Dia adalah temanku. Aku mengetahui dari lolongannya. Bisa dikatakan ajaran Pythagoras adalah pembaharuan dari agama Orphis yang sudah ada sejak zaman Thales.
Orphisme sendiri hadir ketika masyarakat mengagungkan Bacchus. Ada dua versi mengenai kelahiran kembali Bacchus. Setelah Bacchus di bunuh oleh brigade Titan hanya menyisakan jantungnya saja. Beberapa kalangan menyatakan bila jantung itu dimakan oleh Semele yang kemudian melahirkan Bacchus kembali. Ada pula kalangan lain yang menyatakan bila akhirnya Zeus yang memakan jantung itu, kemudian Zeus melahirkan kembali Bacchus.
Disinilah awal ajaran tentang perpindahan jiwa. Dalam ritual untuk memuja Bacchus, kaum Orphis membantai hewan kemudian menyisakan jantungnya saja, lalu memakan hewan itu dalam keadaan mentah secara kolektif. Hal itu dilakukan semata untuk memperingati kisah pembantaian Bacchus oleh Titan. Dalam ajaran lain Orphis, sekte Asketis yang dianut oleh Pythagoras, karya yang menjadi milik bersama dan terdapat penyetaraan kedudukan wanita. Sementara makna anggur pada massa itu ialah suatu wujud penyatuaan diri dengan Bacchus berupa antusiasme. Bisa dikatakan Pythagoras adalah pemantik unsur Orphisme bagi Plato dan beberapa filsuf selanjutnya.
Pythagoras adalah orang pertama yang mengaitkan matematika dengan sesuatu yang bersifat mistis. Banyak orang sering menyebutnya sebagai seorang intelektual yang ganjil. Bagi zaman itu, matematika dianggap sebagai argumen kontemplasi. Kemudian, ketika bilangan itu sudah jelas tanpa sanggahan, sesuatu yang mistis itu pun bisa dianggap selesai. Metafisika dari argumen Pythagoras, yaitu ketika dia menyatakan bahwa segala sesuatu  ialah bilangan-bilangan. Teorema Phytagoras berasal dari aksioma-aksioma yang jelas dengan sendirinya. Epistemnya ketika dia mencoba mengorelasikan argumen aritmatika dengan sesuatu yang mistis sebagai bentuk kontemplasi, maka pengetahuan tentang angka-angka menjadi sesuatu yang utama. Dapat dikatakan bahwa matematika merupakan sumber pengetahuan yang eksak dan abadi. Sementara aksiologinya ketika angka dianggap sebagai nilai paling dasar dan paling penting. Oleh sebab itu, tidak heran bila epistemologi Pythagoras dijadikan sebagai ilmu pengetahuan sampai saat ini.    
Salah satu teman sharing ngupil malam itu, Dedi, mencoba menganalogikan bentuk pengaitan aritmatika dengan sesuatu yang mistis. Misalnya lewat perhitungan pengadu ayam, dengan melakukan perhitungan arah mata angin atau pun hari yang melalui serentetan hitungan matematis. Hingga pada akhirnya para pengadu ayam itu menyepakatinya. Tentunya dengan pola patuh terhadap hitungan itu, akibatnya dia harus mengikuti pola menghadap kemana hari apa ketika beradu ayam. Tentu saja tidak sepenuhnya benar, sama halnya dengan BMG yang meramalkan keadaan cuaca lewat perhitungan matematis. Atau hal lainya seperti bentuk pengkodean hasil studi lewat IPK, memang terlihat sedikit aneh bagi manusia modern seperti kami. Berbagai macam bentuk keaktifan kita dalam bangku kuliah hanya dihitung sebatas ukuran matematis. Maka dari itu, Pythagoras disebut Russel sebagai intelektual yang ganjil atas upayanya mengkombinasikan matematika dengan teologi. Hingga memiliki persamaan dengan Einstein dan Ny. Eddy sekaligus berada ditengah-tengah keduanya. 
Selanjutnya pembahasan ngupil malam minggu tersebut beralih dalam ranah pelacakan makna realita. Dalam artian bagaimana Pythagoras memandang semesta. Seperti salah satu argumen metafisiknya ketika dia beranggapan segala sesuatu adalah bilangan-bilangan. Pelacakan tentang Pythagoras pun tak berhenti sampai di situ, bahkan forum malam itu mencoba menggali tentang pemaknaan kebenaran bagi Parmenides dan Heraklitus. Dimana Parmenides menganggap sesuatu yang dapat dipercaya itu harus bersifat tetap. Heraklitus sendiri berusaha memunggunginya dengan mengatakan justru yang selalu berubah menjadi itu, adalah kebenaran. Di sana dapat dikatakan si Pythagoras masih beranggapan tentang sesuatu yang dapat dipercaya seperti halnya Parmenides. Ilmu pengetahuan yang didapat dari pemikiran yang dianggap dapat dipercaya. Maka, Pythagoras menganggap sesuatu yang diperoleh oleh indra tak lebih dari ilusi semata. Hingga bila pun yang ada dalam pikiran tak sesuai dengan kenyataan, maka haruslah yang dalam pikiran itu dipaksakan agar dipercaya dalam alam nyata.
Pengaitan matematika dengan sesuatu yang mistis itu memang agak sulit dimengerti oleh manusia modern seperti kami. Sampai pada akhirnya Dedi, mencoba untuk berjalan-jalan di dunia kontemporer dengan harapan menemukan kesamaan sifat dengan ruang manusia modern. Misalnya dengan analoginya tentang kepercayaan versi Heraklitus.
Dedi mencoba mengambil contoh terdekat. Misalnya ada mahasiswa yang terlibat dalam organisasi ekstrakampus namun mahasiswa tersebut menyatakan dirinya ada dalam lingkaran itu dengan alasan ingin berproses. Nah, disana akhirnya muncul konsepsi kebenaran ala Heraklitus. Sesuatu yang selalu berubah menjadi. Sedangkan menurut Dedi, tiap organ ekstra mempunyai ideologi yang mana itu dipandangnya sebagai sesuatu yang tetap. Biasanya salah satu alasan personal yang tergabung dalam organ ekstra, tidak lain karena ingin berproses. Maka seketika jawaban instan para penganut organ ekstra tersebut akan runtuh ketika mereka membeku para sesuatu kebenaran yang bersifat tetap. Sama halnya terlibat dengan organ tersebut malah membunuh prosesnya.
Akan tetapi analogi tersebut hanyalah contoh semata untuk meneropong gagasan Heraklitus dan Parmenides. Sedangkan bentuk pembenturan kedua versi metode pencarian kebenaran yang dapat dipercaya tersebut mustahil adanya. Analogi lainnya dari Dedi, seperti misalnya ketika kita mengenal tuhan hanya lewat bahasa yang diwujudkan dalam bentuk satu. Hal tersebut merupakan pengepulan tentang pandangan terhadap sesuatu yang ada dalam bentuk bilangan.
 Namun sejauh apapun meraba-raba pemikiran beberapa filsuf alam malam itu. Tentu saja masih dirasa forum hanya mampu menjangkau serpihan terkecil dari kebesaran filsafat. Sebagaimana mestinya jika segala hal tentang kebenaran tak lebih dari sekerdar asumsi sesaat saja.[]


·   DiekeyLalijiwo, lahir di Surabaya, 3 November 1989. Mahasiswa Sastra Sejarah Universitas Jember. Bergiat pada LPM Ideas.

 * Tulisan ini hanyalah review sederhana dari diskusi ngupil yang dihadiri oleh beberapa jenis elemen mahasiswa Jember, diskusi seputar filsafat ini biasa disebut “ngupil” (ngerumpi pilsafat). Kebetulan ngupil malam itu bertempat di sekretariat Lembaga Pers Mahasiswa Prima Fisip Univ. Jember tepat malam minggu (12/3/11). Sekitar jam delapan malam sampai sekitar setengah dua belas malam. Entahlah berapa kuantitas kuota forum yang hadir di malam yang basah itu.
* review sederhana ini disarikan dari diskusi ngupil (ngerumpi pilsafat) yang kebetulan bertempat di secretariat Lembaga Pers Mahasiswa Prima Fisip Univ Jember tepat malam minggu (12/3/11)

Dimuat Lembar Sastra SARBI edisi #4, Agustus 2011

0 comments:

Post a Comment

Anda Pengunjung ke

SARBI

Tentang Kami

Sastra Alienasi Rumput Berbasis Independen (SARBI) adalah kelompok diskusi yang bergiat mendiskusikan perihal isu sastra, seni, dan kebudayaan terkini dengan mengambil sudut pandang alternatif. Selain itu, SARBI juga banyak menggali pemikiran tradisi negeri sendiri dan konsepsi mancanegara yang diharapkan dapat bersinergi sehingga menghasilkan pandangan kontemporer yang segar. Untuk membuktikan perihal tersebut, kami melahirkan lembar SARBI untuk ikut menghiasi keriuhan dunia sastra, seni, dan budaya serta berharap dapat menjadi oase untuk memenuhi dahaga kita •

Redaksi

Pemimpin Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Penata Artistik

Tinggalkan Pesan

Dokumen Post