Blogroll

Thursday, May 2, 2013

Sajak-Sajak Dedy Tri Riyadi

 photo lautcopy_zps4a18a7f1.jpg
Fotografi karya Maxie Ellia Kalangi untuk SARBI

Yang Kuman, Yang Lautan

Kau koloni kuman, Lautan yang kuseberangi seorang diri
dengan mata terpejam. Bukan lantaran kau begitu menakutkan,
tetapi menaklukkanmu adalah beragam kemungkinan.

Aku, perahu kebimbangan. Cadik patah, layar terbelah.
Ombak setinggi lutut, menekukku sepenuh kalut.
Pulau dan pepohonan seperti kenangan membayang.
Menghiba-menghimbau agar aku cepat pulang.

Kita: lambang perjuangan di dinding candi,
di gambar selembar uang. Kisah nenek moyang
yang tersengal - terpenggal pada lirik lagu.

Seperti punggung ikan paus tertikam harpun.
Menyelam! Tenggelam!

Sebelum pukat, sebelum jerat.
Sebelum pantun bernada laknat.

2010

Sejak Lebak Dituliskan Dalam Sajak

Lembut lekuk tubuhmu, Adinda, lumat
dalam warna karat senja di hutan karet.
Aku, Saija, mata sawah yang terlalu sarat
oleh tangis para peladang yang berderet.

Apakah yang tersisa dari sajian kisah cinta
yang digubah Tuan Multatuli ini? Kecuali
fakta sejarah telah begitu berdarah karena
duka tak kunjung sirna dari kami, Pribumi.

Sejak Lebak dituliskan dalam sajak Rendra,
tak semua bisa sepakat bahwa cinta begitu
dekat dengan kematian, Adinda, maka
kubiarkan saja di langit yang tak lagi biru

kubayangkan kau bagai Shinta direngkuh
Rahwana, dikejar Garudeya, dan aku,
Laksmana, rela mati untuk Rama, Sang Raja.

2010

Sajak Laron

1.
Suatu malam, di depan cahaya,
ada yang berdoa. Sederhana saja:
"Tuan Icarus, pakailah tubuh saya!"

Dan sepasang sayap lilin,
lurus lagi halus tumbuh sempurna.

2.
Dengan rasa percaya, dia berkelana
dari cahaya kepada cahaya.

Karena ada banyak cahaya yang tak pernah
dilihatnya sejak dia diperam dalam tanah.

Sebagai rindu, dialah Ibrahim.
Berangkat tanpa syarat, selain sarat cintanya.

Maka, setiap berjumpa cahaya,
dipersembahkannya sejumput sisik sayap,
sambil berharap,"Terbakarlah sebagai sukacita!"

Dan dia terus berkelana, dari cahaya ke cahaya,
dengan rasa percaya.

Sebagai rindu, dia tak pernah jemu
menjumput dan membakar sisik sayap
setiap bertemu cahaya hingga seluruhnya
tercabut dari pundak, dan jatuh.

3.
Suatu malam, di depan cahaya,
ada yang berkata begini rupa:
"Tuan Gibran, tugasmu paripurna."

Sayap-sayap lilin telah punah,
dan cinta pada cahaya mengantar rindu,
dalam lubang-lubang baru.

2010


Yang Himar, Yang Hingar

Janganlah Kau sangka aku: Dermawan
Di luar tembok, tertambat hanya 2 ekor himar
Pakailah mereka sesukamu, Tuan
Padanya tak bergembok, segalanya telah terlukar

Dan mari kuantar Tuan ke Pasar
Di sana, yang hinggar dan sesak itu kesabaran
Segobang, secupak kuberikan juga,
kuanggap hilang, kuanggap tak berharga.
Tanpa payung dan panji, pasti kupenuhi janji,
seperti daun palma berbentang jejari.

Duhai Tuan, perjalanan panjang ini;
Kau atau Aku yang harus memulai?

2010

DedyTri Riyadi, lahir di Tegal Jawa Tengah. Kini tinggal di Jakarta. Puisinya diterbitkan (Bersama Inez Dikara dan Maulana Achmad) dalam buku “Sepasang Sepatu Sendiri dalam Hujan.” Blognya www.toko-sepatu.blogspot.com

Dimuat lembar sastra SARBI edisi #3, Februari 2011

0 comments:

Post a Comment

Anda Pengunjung ke

SARBI

Tentang Kami

Sastra Alienasi Rumput Berbasis Independen (SARBI) adalah kelompok diskusi yang bergiat mendiskusikan perihal isu sastra, seni, dan kebudayaan terkini dengan mengambil sudut pandang alternatif. Selain itu, SARBI juga banyak menggali pemikiran tradisi negeri sendiri dan konsepsi mancanegara yang diharapkan dapat bersinergi sehingga menghasilkan pandangan kontemporer yang segar. Untuk membuktikan perihal tersebut, kami melahirkan lembar SARBI untuk ikut menghiasi keriuhan dunia sastra, seni, dan budaya serta berharap dapat menjadi oase untuk memenuhi dahaga kita •

Redaksi

Pemimpin Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Sidang Redaksi Penata Artistik

Tinggalkan Pesan

Dokumen Post