Puh, berkelit ataukah mengelak, ini hanyalah tingkah sekadar
pengganyang yang berserah pada daya kaum gentayang.
Kau yang mengimani teluh. Telah pula kau sawur
kembang mawar, melati, kenanga, kantil, hingga
aroma sigaret menyan yang mengundang tentara
tak tampak pandang.
Sebenarnya, ingin kukembalikan semua pada tarung belaka.
Harus melangkah pulang sawan yang kau semburkan,
harus beranjak pisau yang kau tanam dalam badan.
Lalu bagaimana semua tuntas bila kita tak beradu?
Tak ada bentur, tak ada gelut, tak ada geliat liat.
Dan kita serahkan semua pada tiup. Pada anasir
yang menebar ranjau-ranjau di udara
Wahai, kau yang menyerap tuba di penghujung liang,
lidahmu berbenih celaka, taringmu mengundang bahaya.
Haruskah kusemayamkan paku ke tengah gedebok pisang.
Agar kelak kau dapat mengerti, tanpa mencakar
dapat tembus logam dalam jantungmu, jantung peniup teluh
yang membangkitkan semut rangrang dalam lambungku.
(2013)
Memedi
Bismillahi, aku
menunggu dengan tingkah sopan.
Kutaheskan badan lemah gemulai ini agar terbiasa
menerima sembur darimu. Sebagai yang kasat
dan tak kebal dari godaan, kupercaya kegaiban.
Kugedruk bumi tujuh kali dan kutunjuk langit
sesekali.
Keluarlah, mentaslah, bertarunglah.
Pastinya, aku pantang menyalakan lilin. Tak ada
komat kamit, bau menyan, hingga darah jago
yang terbelah. Gemetarkah aku? Tidak!
Meski rupamu tak kutangkap dalam cermin.
Sekali lagi, ini malam Jumat penghabisan.
Kuberucap basmallah pertama. Kusuwukkan
ke dalam kelewang. Agar aku yang lemah belaka
dapat menyigar tubuhmu. Atau jubahmu.
Atau batangmu. Atau segala tampak yang kusangka
kamu. Aduhai, sanak kadang pengganggu.
Ingin kutuntaskan kutuk dan sumpah serapahmu dulu.
(2013)
Menyambut Jenglot
Kamu kelana dan kami
penyergap
Kamukah sesungguh
jantung hati?
Tak maukah berubah
selayak kami?
Tapi diammu langgam mengancam
Harus jeli kami memahami perilaku rahasia,
Penganut langkah rahasia dari kitab rahasia.
Juga pengucap doa rahasia dalam ayat rahasia.
Kemarilah,
bersepakatlah dengan sebatang dupa
sebatang yang gemar mengantar
segala rupa tak ada.
Kami mengamini. Perjumpaan berdua bukan perkara
menumpahkan darah. Tanpa perlu bimbang, kami rela
bertukar rupa. Masuklah, berapa banyak menyan
yang kami sembahkan agar kamu yang diam
mau bertandang?
Kemarilah,
sebelum pagi menunjuk pukul dua.
sebelum kami gedruk tanah dalam gerak
tujuh langkah
(2013)
Genderuwo
Siapa yang mau menemaniku? Kamu? Atau sesuatu
di luar kamu? Yang menerawang di sebalik kancut?
Yang mengincar dan ingin keluar dari cawat? Serta
menyiapkan kegawatan kunam sebagai serbuan awal.
Ketahuilah, aku perawan yang tak pernah gemetar.
Memang, aku pikir pula kita bernama sama. Bertubuh sama.
Dan berasal dari malam sama. Lama aku hindari
segala tarung. Agar temu malam ini semesra perjamuan lalu.
Kamu peyakin ikhwal awal kewingitan. Aku pemuja yang pasrah
pada yang mengendap. Jangan lagi tergesa. Jangan lagi lewat
dengan cepat.
Aku telah mengamankan segala kitab ajian. Aku simpan
agar sempurna semua penyatuan. Serupa sepasang angsa
mengambang pelan. Lepaskan. Lepas segera satu selubungmu
tersisa. Kita akan berjalan berdua. Berjalan menuju pagi
yang tak kembali
(2013)
0 comments:
Post a Comment